Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wabah corona virus diyakini bakal mempengaruhi arus investasi yang masuk ke Indonesia. Apalagi negara ini punya banyak kerjasama bisnis yang dilakukan dengan China lintas sektor.
Namun demikian, Sanny Iskandar, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Properti dan Kawasan Ekonomi berpendapat tidak perlu terlalu cemas dan terburu-buru menganulir hal tersebut. Sejauh ini, menurutnya, arus investasi yang ada di dalam negeri ataupun berasal dari luar masih terbilang kondusif.
Baca Juga: Akibat wabah corona, pengiriman tenaga kerja Indonesia menjadi berkurang
Sanny lebih menyoroti kepada hambatan transaksi ekonomi yang terjadi, sebab antara Indonesia dengan China banyak aktivitas ekspor dan impor barang. "Kita memang cukup besar ketergantungan industri dengan China, maka harus diupayakan agar ketergantungan ini mulai berkurang," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (11/2).
Salah satu hal yang Apindo apresiasi dari pemerintah lewat usaha memperkuat kerjasama ekonomi bilateral antara Indonesia dengan negara lainnya. Salah satunya kata Sanny ialah lawatan Presiden Indonesia ke Australia dalam membahas hubungan bilateral kedua negara.
"Hubungan seperti ini perlu digalakkan agar tidak bergantung sama negara lain," ujarnya. Sejauh ini dari sisi investasi, China masih terbilang sebagai Penanam Modal Asing (PMA) besar di Indonesia.
Menurut data yang dirilis Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sepanjang tahun 2019 China menyumbang 16,8% dari total perolehan PMA Indonesia atau senilai US$ 4,7 miliar. Berada pada urutan kedua setelah PMA asal Singapura yang sebanyak US$ 6,5 miliar atau berkontribusi 23,1% dari total investasi asing saat itu.
Baca Juga: WHO: Virus corona baru ancaman sangat besar bagi seluruh dunia
Tiga besar sektor usaha dengan nilai realisasi investasi baik asing maupun dalam negeri di tahun lalu ialah Transportasi, Gudang dan Telekomunikasi (Rp 139,0 triliun, 17,2%); Listrik, Gas dan Air (Rp 126,0 triliun, 15,6%); Perumahan, Kawasan Industri dan Perkantoran (Rp 71,1 triliun, 8,8%).
Epidemi corona virus ini juga menjadi kekhawatiran sebagian pelaku usaha. David, Wakil Presiden Direktur PT SLJ Global Tbk mengatakan aktivitas ekspor produk kayu berpeluang terhambat.
"Permintaan produk material rumah dan interior pasti terganggu. Jika hal tersebut terjadi maka harga jual dapat menurun kalau permintaan berkurang," ujarnya kepada Kontan.co.id, Selasa (11/2). China sendiri diketahui merupakan produsen dan konsumen terbesar plywood dunia, sehingga jika market disana bergejolak akan mempengaruhi harga jual produk tersebut.
Hal yang sama juga menjadi concern distributor alat berat, PT Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA), dimana secara tidak langsung wabah ini mempengaruhi permintaan batu bara di dalam negeri China, jika melemah permintaan tersebut akan berakibat negatif bagi bisnis batu bara dan penjualan alat berat. "Cepat atau lambat pasti ada dampaknya," ujar Djonggi Gultom, Presiden Direktur HEXA.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News