kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Mengapa Pengurusan Amdal Perusahaan Tambang Butuh Waktu Lama?


Kamis, 18 Agustus 2022 / 19:45 WIB
Mengapa Pengurusan Amdal Perusahaan Tambang Butuh Waktu Lama?
ILUSTRASI. Pelaku usaha tambang mengeluhkan pengurusan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan perizinan lingkungan yang makan waktu.


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kalangan pelaku usaha tambang mengeluhkan proses pengurusan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) dan perizinan lingkungan yang dinilai memakan waktu. Menanggapi hal ini, Pengamat Hukum Pertambangan dari Universitas Tarumanegara,  Ahmad Redi menduga bahwa persoalan proses pengurusan amdal yang memakan waktu terletak pada proses penilaian kelayakan amdal di lapangan.

Menurutnya, dari segi regulasi, Undang-Undang Cipta Kerja dan dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Hidup sejatinya meringkas proses, waktu, dan biaya pengurusan amdal.

“Apabila ada masalah di lapangan maka saya kira lebih ke masalah proses penilaian kelayakan amdal dan RKL/RPL oleh Unit Tim Uji Kelayakan,” ujar Redi saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (18/8).

Baca Juga: Aspebindo: Perizinan Lingkungan Sektor Pertambangan Perlu Mekanisme yang Terukur

Saat ini, pengurusan amdal diatur PP Nomor 22 Tahun 2021 sejak Februari 2021 lalu, menggantikan PP No. 27 Tahun 2012. Beberapa penyederhanaan proses yang dimaksud Redi dalam beleid tersebut di antaranya penghapusan Komisi Penilai Amdal yang dahulu lintas sektoral yang dinilai memperumit proses.

Bentuk penyederhanaan lainnya yang juga disebut oleh Redi ialah dihapusnya dokumen izin lingkungan.

“Lalu adanya pengintegrasian amdal dengan andal (analisis dampak lingkungan hidup) lalin dan pertek (persetujuan teknis) terkait perizinan limbah,” tandas Redi.

Terlepas dari simplifikasi yang telah dilakukan, keluhan akan proses amdal yang dinilai lama masih dijumpai pada kalangan pelaku usaha tambang. Dalam wawancaranya dengan Kontan.co.id sebelumnya (8/8), Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengungkapkan, beberapa anggota kami menghadapi hambatan dalam memperoleh persetujuan perizinan lingkungan.

Dugaan Hendra, proses pengurusan perizinan lingkungan yang memakan waktu salah satu faktornya terjadi lantaran pemahaman peraturan oleh sebagian evaluator yang belum seragam.

“Kami menyadari penerbitan PP No. 22 Tahun 2021 dimaksudkan untuk menyederhanakan/mempermudah birokrasi perizinan lingkungan  agar dapat menjamin kepastian hukum dalam berinvestasi dengan mengedepankan aspek lingkungan. Namun dalam pelaksanaannya beberapa anggota kami menghadapi hambatan dalam memperoleh persetujuan perizinan lingkungan,” tutur Hendra saat dihubungi Kontan.co.id beberapa waktu lalu (8/8).

Hendra tidak merinci seperti apa persisnya dampak negatif yang dirasakan oleh perusahaan batubara akibat dari proses izin lingkungan yang lamanya melebihi ekspektasi ini. Namun, ia  mengakui bahwa hal ini berpengaruh pada pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan dari suatu rencana kegiatan, ekspansi, investasi.

APBI sendiri sejatinya tidak tinggal diam dalam menyikapi persoalan perizinan lingkungan ini. Hendra berujar, APBI telah mengirimi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan audiensi. Kontan.co.id belum mendapat informasi terkini perihal kemajuan/perkembangan permohonan audiensi tersebut.

Keluhan akan prose amdal yang memakan waktu juga sempat diungkapkan oleh Indonesian Mining Association (IMA). Pelaksana Harian Direktur Eksekutif Indonesian IMA, Djoko Widajatno mengungkapkan, saat ini waktu yang dibutuhkan dalam proses pengurusan amdal bisa mencapai 6 bulan hingga mendekati 1 tahun.

Walhasil, proses tersebut bisa mengganggu permohonan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) yang diajukan oleh perusahaan tambang.

“Waktu yang dibutuhkan adalah 6 bulan sampai mendekati 1 tahun melewati batas pengajuan RKAB, pemerintah tidak mau mempertimbangkan hal keterlambatan dari Kementerian/ Lembaga yang berkuasa,” ujar Djoko kepada Kontan.co.id (16/8).

Menyikapi hal ini, IMA memiliki beberapa aspirasi/usulan. Pertama, mengembalikan Amdal dan izin lingkungan pada ide dasar mencegah kerusakan lingkungan akibat kegiatan pembangunan dan usaha.

Kedua, mengusulkan agar amdal dan izin lingkungan  tidak menghambat Rencana Kerja dan Anggaran Belanja. Ketiga, memberikan batasan waktu untuk pengurusan amdal dan izin lingkungan.

Keempat, memberikan kesempatan magang bagi aparatur sipil negara (ASN) di perusahaan pemrakarsa Amdal agar dapat mempelajari suasana dunia usaha.

“Pernah diusulkan sistem online, sampai saat inj belum berhasil, karena SDM yang menjalankan sistem OSS belum siap untuk menerima perubahan,” imbuh Djoko.

Baca Juga: Perhapi: Belasan Ribu Permohonan AMDAL Masih Antri di KLHK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×