Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - BANJAR BARU. Wajah sumringah tampak di raut muka Ikin, petani asal Karawang, Jawa Barat yang telah bertransmigrasi ke Kalimantan Selatan (Kalsel) sejak 15 tahun lalu. Ikin tak pernah membayangkan suatu saat ia bisa memaksimalkan produksi padinya di lahan rawa seluas 67 hektare (ha) yang ia kelola bersama 40 petani lainnya di Desa Sampurna, Kabupaten Banjar Baru, Kalsel.
Bagaimana tidak, selama ini petani di wilayah ini hanya bisa memanen padi dari sawah cuma setahun sekali. Itupun hasilnya sangat minim, cuma sekitar 3 ton per hektare.
Petani biasanya memulai musim tanam pada bulan Mei, dan memanen pada Agustus. Selebihnya mereka hanya bisa membiarkan sawa puso lantaran air dari rawa membanjiri sawah mereka. "Air di daerah kami memiliki keasaman yang tinggi sehingga tidak bagus untuk tanaman," ujarnya saat ditemui di Banjar Baru, Kalsel, Jumat (12/10).
Namun kini ia merasa sedikit lega. Berkat bantuan teknologi dan alat pertanian modern, sawah yang tadinya puso akibat digenangi air rawa, kini diolah untuk produksi pertanian.
Pengolahan sawah ini menggunakan varietas padi unggulan yang adaptif sehingga bisa produktif. Ditambah dengan pupuk yang pas dengan kondisi lahan. Hasilnya, produksi padi di areal rawa bisa meningkat dari semula cuma kisaran 3 ton kini bisa naik menjadi 5 ton-6 ton per ha, atau hampir dua kali lipat dibanding produksi sebelumnya.
Ikin dan kawan-kawannya berharap, dengan penggunaan teknologi ini, mereka bisa memanen padi hingga dua sampai tiga kali dalam setahun. Apa lagi, pemerintah tak cuma membantu benih dan pupuk yang pas, tapi juga menata area rawa-rawa dengan menggunakan teknologi pengolahan air dan tanah. Namun, proses ini memang membutuhkan waktu sampai harapan meraka bisa memanen padi lebih dari dua kali dalam setahun bisa terwujud.
Menurut Direktur Jenderal Prasaran dan Sarana Pertanian Kementerian Pertanian Pending Dadih Permana, pemerintah berupata meningkatkan produktivitas pertanian di lahan rawa-rawa seperti ini lantaran melihat adanya penyusutan lahan pertanian dari tahun ke tahun. Rawa menjadi pilihan karena lahan tersebut selama ini tidak produktif.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian (Kemtan), ada sekitar 33,4 juta ha lahan rawa di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 20,14 juta ha merupakan lahan rawa pasang surut (LRPS) dan 13,26 juta ha merupakan lahan rawa lebak (LRL). "Ada lahan rawa seluas 9,53 juta ha yang berpotensi diolah menjadi lahan pertanian produktif," ujarnya.
Khusus wilayah Kalsel, ada 137.000 ha lahan rawa lebak, dan 186.000 ha lahan rawa pasang surut. Dari jumlah lahan rawa itu, sebanyak 8.000 ha berpotensi diolah jadi lahan pertanian produktif.
Tahun ini, pemerintah menargetkan mengolah seluas 4.000 ha lahan rawa, menjadi lahan pertanian padi dan hortikultura. Perinciannya, untuk padi seluas 750 ha dan sisanya selingan tanaman padi dan hortikultura. "Pengembangan lahan rawa ini kami siapkan untuk jangka panjang. Karena lahan rawa ini merupakan lahan tidur yang akan dibangunkan," katanya.
Pemerintah menargetkan, dengan mengolah lahan dan menerapkan teknologi, maka harapan petani untuk bisa memanen tiga kali setahun bisa terlaksana.
Kemtan menjadikan pengembangan lahan rawa ini sebagai bagian Peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) 2018 ke-38 yang diselenggarakan di Kalsel pada 18-21 Oktober 2018 mendatang.
Suparno Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kalsel menambahkan, penyelenggaraan HPS tahun ini menjadi ajang percontohan pengembangan lahan rawa. Menurut dia, kunci pengolahan rawa menjadi areal pertanian ada pada penyusunan sistem irigasi, yakni dengan memompa air dari rawa ke lahan tanaman. Lalu membangun tanggul pengendalian kualitas tanah, juga pendampingan kepada petani.
Setelah masalah lahan beres, pemerintah juga berjanji akan membangun penggilingan beras dan fasilitas pengeringan gabah di wilayah tersebut. Dengan berbagai cara ini, pemerintah berharap kesejahteraan petani bisa meningkat di masa depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News