Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .
Karena itu, Amin memandang pentingnya penggunaan hak angket untuk menyelidiki krisis minyak goreng yang sudah berlangsung selama tujuh bulan. Pembentukan Pansus Hak Angket, lanjutnya, menjadi keniscayaan dalam menyelesaikan persoalan secara menyeluruh dan holistik serta berkelanjutan.
“Negara harus hadir untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat. Tidak bisa pemerintah lepas tangan dengan menyerahkan tata niaga minyak goreng pada mekanisme pasar murni,” ujar Amin.
Sementara itu, Ketua Bidang Komunikasi, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Tofan Mahdi mengatakan, pelaku usaha perkelapasawitan menghormati atas setiap kebijakan pemerintah terkait industri kelapa sawit. Termasuk kebijakan pelarangan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan produk turunannya termasuk olein (minyak goreng).
Baca Juga: Larangan Ekspor Minyak Goreng Berpotensi Mengurangi Produksi Kelapa Sawit Petani
Gapki juga terus berkomunikasi dengan asosiasi petani kelapa sawit untuk menyampaikan situasi terkini di industri kelapa sawit pasca kebijakan pelarangan ekspor CPO serta mengambil langkah- langkah untuk antisipasi dampaknya bagi petani kelapa sawit.
Tofan menyebut, seluruh masyarakat dan pelaku industri sawit nasional saat ini sedang menunggu adanya tindakan lanjutan dari Pemerintah agar permasalahan ini bisa secepatnya tertangani dengan baik.
"Pelarangan total terhadap ekspor CPO dan seluruh turunannya, apabila berkepanjangan akan menimbulkan dampak negatif yang sangat merugikan tidak hanya perusahaan perkebunan, refinery dan pengemasan, namun juga jutaan pekebun sawit kecil dan rakyat," ucap Tofan dalam keterangan tertulisnya, Kamis (28/4).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News