kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menilik Untung Rugi Skema BLU Batubara


Minggu, 16 Januari 2022 / 20:36 WIB
Menilik Untung Rugi Skema BLU Batubara
ILUSTRASI. Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/rwa.


Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kendala pasokan batubara untuk pembangkit listrik membuat pemerintah memunculkan skema baru. Skema Badan Layanan Umum (BLU) untuk batubara kini tengah digodok pemerintah untuk memastikan kelancaran pasokan batubara bagi pembangkit listrik.

Kehadiran skema BLU batubara ini dinilai tak sepenuhnya dapat menjadi solusi bagi permasalahan pasokan batubara dalam negeri. Lebih jauh, skema BLU justru dinilai berpotensi memunculkan persoalan baru.

Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara mengungkapkan, skema BLU batubara berpotensi lebih menguntungkan pelaku usaha ketimbang PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).

Lebih jauh, skema BLU juga berpotensi kian membebani keuangan PLN. Apalagi, Marwan menilai iuran yang bakal dikenakan bagi pelaku usaha bisa saja tidak akan bisa menutupi disparitas harga batubara antara harga pasar dengan baseline dalam DMO sebesar US$ 70 per ton.

Baca Juga: Pasokan Batubara untuk Pembangkit Aman, PLN Pastikan Tak Ada Pemadaman Listrik

"Setiap kenaikan (harga) US$ 10 per ton itu Biaya Pokok Penyediaan (BPP) listrik naik Rp 10 triliun. Kalau bicara kenaikan (selisih) US$ 50 per ton berarti BPP naik Rp 50 triliun," kata Marwan kepada Kontan, Minggu (16/1).

Marwan melanjutkan, nantinya bisa saja keuangan PLN akan makin tertekan, selain itu hal ini bisa saja berdampak pada tarif dasar listrik ikut naik. Dengan demikian, rakyat yang bakal terbebani. Akan tetapi, jika TDL tetap dijaga maka skema ini berpotensi membuat subsidi listrik ikut meningkat.

Marwan menjelaskan, kebijakan DMO batubara yang ada saat ini telah disusun melalui pembahasan yang panjang. Adapun, penetapan harga US$ 70 per ton dinilai sudah cukup memenuhi skala keekonomian pelaku usaha.

Menurutnya, jika kemudian pembelian harga batubara mengikuti harga pasar berdampak pada tarif listrik maka asas keadilan tidak dapat tercapai. Apalagi, jika merujuk pada UUD 1945 Pasal 33 dimana Sumber Daya Alam (SDA) dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 

Menurutnya, pemerintah seharusnya bisa menjalankan pengawasan terkait DMO dengan lebih baik. Mengingat, kebijakan kuota batubara untuk dalam negeri telah dilakukan bertahun-tahun. "Mekanisme itu gak bisa diserahkan ke PLN, karena PLN tidak punya kekuatan untuk memaksa pengusaha," terang Marwan.

Sementara itu, Pengamat Hukum Energi dan Pertambangan Universitas Tarumanegara Ahmad Redi mengungkapkan, skema BLU batubara memiliki sisi positif dimana kelembagaan BLU yang menjadi entitas pemerintah dapat menguatkan pasokan batubara yang selama ini tidak optimal dijalankan oleh PLN melalui PLN batubara.

"Potensi moral hazard (yang) tinggi terkait pembelian batubara itu bisa dikurangi, karena kalau PLN batubara kan secara hukum (merupakan) perusahaan swasta," kata Redi kepada Kontan, Minggu (16/1).

Redi melanjutkan, kehadiran BLU bisa memperkuat intervensi pemerintah dalam memastikan pasokan batubara untuk kebutuhan dalam negeri. Selain itu, kordinasi untuk pasokan batubara dinilai dapat lebih efektif dan efisien. Kendati demikian, kehadiran BLU juga dinilai memperumit tata kelola yang sudah ada selama ini. "Bukannya memangkas tata kelola DMO tapi memperumit polanya," jelas Redi.

Kemudian, pembelian harga batubara mengikuti harga pasar dinilai tidak sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam UUD 1945 serta UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020.

Baca Juga: Wamen BUMN: Jangan Langgar DMO, Ada Sanksi Menanti

Redi menjelaskan, dalam UU Minerba Nomor 3 Tahun 2020 Pasal 5 telah ditetapkan bahwa harga batubara untuk kepentingan dalam negeri ditetapkan oleh pemerintah dan bukan mengikuti mekanisme pasar. Aturan ini pun juga dinilai telah mengatur jelas untuk produksi dan penjualan batubara. Penetapan iuran yang direncanakan akan ada dalam skema BLU pun dinilai bertentangan dengan regulasi yang ada.

Redi menjelaskan, dalam kebijakan DMO batubara yang ada saat ini pemerintah perlu menguatkan pengawasan dan penegakan hukum atau sanksi bagi perusahaan yang tidak memenuhi komitmen.

Selain itu, pengawasan ini perlu diperkuat dari sisi perencanaan dimana pemerintah seharusnya sudah memiliki gambaran besaran kuota DMO setiap perusahaan saat Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) telah diajukan.

Perbaikan pun, dinilai perlu dilakukan oleh PLN khususnya dari segi perencanaan jangka panjang kebutuhan batubara setiap PLTU. "Kebutuhan masing-masing pembangkit kan sudah ketahuan, perencanaan dan pembelian harus baik. Setiap waktu (secara) berkala diperhatikan betul," pungkas Redi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×