Reporter: Dani Prasetya | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Manfaat terbesar yang bakal didapat Indonesia lantaran bergabung dengan International Cocoa Organization (ICCO) adalah kemudahan akses melobi negara-negara Uni Eropa agar menurunkan bea masuk kakao olahan menjadi 0%.
Selama ini, Uni Eropa hanya memberikan bea masuk 0% pada negara-negara di kawasan Afrika, Karibia, dan Pasifik (ACP). "ICCO bisa membantu Indonesia melobi Eropa supaya bea masuk turun jadi 0%," ungkap Direktur Eksekutif Asosiasi Industri Kakao Indonesia (AIKI) Sindar Wijaya, Kamis (15/9).
Indonesia selama ini hanya mendapat fasilitas bea masuk 0% untuk biji kakao, sedangkan kakao olahan dikenai tarif bea masuk yang bervariasi. Misalnya, cocoa butter 4,2%, cocoa powder 2,8%, dan cocoa cake 6,1%. Angka tarif bea masuk itu ditetapkan setelah mendapat potongan tarif Generalized System of Preferences (GSP).
Melihat perbandingan tarif itu maka tidak mengherankan apabila eksportir Indonesia lebih banyak memilih mengirimkan biji kakao ke negara lain. Padahal, industri pengolahan kakao dalam negeri pun membutuhkan pasokan kakao.
Oleh karena itu, meski terlambat bergabung, Sindar menilai, keanggotaan Indonesia di ICCO itu bisa membantu mengembangkan industri pengolahan dalam negeri lewat lobi-lobi bea masuk.
Dia pun mengharapkan, ICCO bisa membantu industri pengolahan kakao meningkatkan produksi dan kualitas olahan produk.
Ekspor kakao turun
Sekadar informasi, produksi biji kakao dalam negeri terdata sebesar 650.000 ton. Dari porsi itu, sekitar 432.000 ton diekspor ke berbagai negara seperti Swiss, Amerika Serikat, dan China.
Angka ekspor biji kakao untuk periode Januari-Mei 2011 tercatat sebesar US$ 456,9 juta. Nilai ekspor itu mengalami penurunan dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar US$ 553 juta.
Pemerintah sebenarnya berupaya menekan angka ekspor biji kakao melalui kebijakan bea keluar. Hal itu agar utilitas kapasitas industri pengolahan kakao tidak stagnan pada level 40% karena kekurangan bahan baku.
Menteri Perindustrian, M.S. Hidayat, menyebut, kebijakan bea keluar akan tetap dipertahankan agar ekspor biji kakao secara besar-besaran tidak terus terjadi.
Apabila kebijakan bea keluar berhasil diterapkan otomatis akan berdampak pada peningkatan kapasitas produksi pada industri pengolahan kakao sebesar 87% dari 150.000 ton pada 2010 menjadi 280.000 ton pada 2011.
Selain itu, delapan perusahaan pengolahan kakao (powder dan butter) bisa menambah kapasitas menjadi 282.000 per tahun dari sebelumnya sebesar 189.000 ton per tahun. Ekspansi itu diperkirakan bernilai investasi US$ 45 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News