Reporter: Jane Aprilyani, Lidya Yuniartha | Editor: Lidya Yuniartha
KONTAN.CO.ID - Hampir tiga tahun lamanya, Andri Septian (37 tahun) memanfaatkan setrum yang mengalir dari pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dari atas atap rumahnya di kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat.
Andri memasang panel surya itu agar bisa menghemat isi dompetnya untuk membayar tagihan listrik ke PT PLN. Dengan memakai listrik gratis dari matahari itu pula, Andri tak perlu takut akan pemadaman listrik di rumahnya.
Andri memilih memakai setrum dari solar panel setelah melewati berbagai pertimbangan. “Saya belajar dari Jakarta yang pernah blackout (pemadaman listrik). Kalau pasang generator harganya mahal, dan tidak bisa jangka panjang,” ujar Andri saat diwawancara KONTAN, Senin (28/4).
Usai memutuskan memasang PLTS atap, Andri kemudian merogoh kocek Rp 140 juta untuk memasang PLTS atap berkapasitas 5.000 watt. Dana itu digunakannya untuk persiapan, hingga pemasangan panel surya berikut dengan baterai untuk menyimpan daya listrik di siang hari agar bisa digunakan untuk malam hari.
Andri tak ambil pusing, ia bilang hanya menyediakan dana saja, untuk pemasangan, perizinan sampai dengan operasi menjadi tanggungjawab dari kontraktornya. Andri mengaku investasinya itu tergolong besar, mengingat belum banyak orang yang menggunakan PLTS atap saat itu, dan pemain panel surya saat itu tak sebanyak saat ini.
Meski Andri sudah memasang PLTS atap, bukan berarti Andri tidak terhubung sama sekali dengan jaringan listrik PLN. Andri rupanya mendapatkan izin PLTS atap on-grid, yang mana jaringannya masih tersambung ke PLN. Saat listrik dari PLTS berlebih di siang hari, maka listrik masuk ke sistem jaringan PLN.
Sebaliknya, ketika PLTS atap tidak menghasilkan listrik seperti malam hari, maka listrik yang digunakan diambil dari jaringan PLN. "Saat itu, hanya saya yang memakai PLTS atap di kawasan perumahan kami," tambah Andri.
Setelah bertahun-tahun menggunakan PLTS atap, barulah Andri merasakan ringannya tagihan listrik PLN. Bila sebelumnya Andri membayar tagihan listrik Rp 1,2 juta - Rp 1,3 juta per bulan, kini dengan PLTS atap, ia hanya membayar listrik Rp 400.000-Rp 800.000 per bulan saja.
Tagihan listrik Andri tergantung kondisi sinar matahari di bulan tersebut. Saat musim kemarau dan sinar mataharinya bersinar terik, maka PLTS akan produktif masuk ke jaringan PLN. Sehingga Andri hanya membayar Rp 400.000 saja per bulan. Berbeda dengan musim hujan saat sinar matahari minim, ia membayar selisih listrik ke PLN sebesar Rp 800.000.
Baca Juga: Kembangkan Proyek PLTS, PLN Indonesia Power Masuk dari Hulu ke Hilir
Andri tak menampik masih menghadapi beberapa kendala teknis terkait PLTS atapnya, meski persoalan tersebut masih bisa diatasi. Beruntung, vendor PLTS atap yang dipilihnya masih melakukan pembersihan secara berkala, dan penanganan setiap kali ada gangguan.
Pengalaman Andri yang memperoleh penghematan tagihan listrik dari penggunaan PLTS atap ternyata belum cukup kuat untuk mendorong kelompok masyarakat lainnya memasang PLTS atap di rumahnya. Beberapa kepala rumah tangga yang tinggal di Jalan Toapekong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan yang diwawancarai KONTAN, justru enggan menggunakan PLTS atap tersebut.
Salah satu alasan warga adalah, harga pemasangan PLTS atap dianggap masih mahal. Menurut mereka, memasang PLTS atap harus mengeluarkan dana hingga puluhan juta rupiah. Seperti cerita warga, Sugiharto Jayadi Antono (70). Ia bilang, dengan daya 5.500 VA, setidaknya butuh modal Rp 25 juta untuk pasang PLTS berkapasitas di bawah 3 kilowatt peak (kWp).
Belum lagi ia harus bayar biaya untuk perawatan atau penggantian alat yang rusak. Dari pertimbangan itulah, Sugiharto memilih tetap berlangganan listrik PLN dengan tagihan Rp 1,6 juta hingga Rp 1,7 juta per bulan.
Sama dengan Iling (76), warga satu kompleks dengan Sugiharto. Ia juga tak tertarik memasang PLTS atap di rumahnya karena tidak ingin repot karena harus ada pengerjaan. "Saya maunya yang praktis saja. Saya tidak mau pusing dan rumit,” ujar Iling yang saban bulan bayar tagihan PLN sebesar Rp 2 juta.
Alasan berbeda diutarakan oleh Leo, yang juga warga sekompleks dengan Iling. Pria yang sudah berusia lanjut itu justru meragukan ketahanan PLTS atap. Menurutnya, PLTS atap masih teknologi baru, sehingga belum ada yang membuktikan waktu pemakaiannya bisa bertahan lama.
Leo beranggapan, kebutuhan daya listriknya saat ini belum membutuhkan PLTS atap. “Daya listrik rumah saya baru 2.200 VA, memasang PLTS atap buat apa, belum waktunya bagi saya,” ujar Leo.
Pengetahuan minim
Beragam alasan dari warga yang enggan memakai PLTS atap ini diamini oleh Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa. Alasan pertama, minimnya pengetahuan tentang PLTS atap menjadi salah satu alasan mengapa belum banyak masyarakat yang menggunakannya.
Baca Juga: Kolaborasi Jadi Kunci Percepatan Pengembangan PLTS Atap
“Teknologi ini sudah lama sebenarnya, tetapi masuk di Indonesia baru. Orang mungkin baru mendengar, jadi mereka masih bertanya-tanya ini barang apa. Mereka belum tahu cara kerjanya seperti apa,” kata Fabby.
Alasan kedua, masyarakat yang belum melihat manfaat ekonominya. Karena belum memanfaatkan teknologi ini, mereka tidak percaya bisa menurunkan tarif listrik. Namun memang, penggunaan PLTS atap mesti dihitung secara rinci agar kalkulasi investasi sesuai dengan proyeksi dampak pengurangan tarifnya.
Alasan ketiga, biaya atau modal awal yang dikeluarkan untuk memasang PLTS atap besar di awal. Dia mencontohkan, kalau mau pasang PLTS atap daya 5 kWp, bisa merogoh biaya Rp 60 juta - 70 juta. Daya yang lebih kecil, sebesar 3 kWp bisa mencapai Rp 40 juta. Biaya ini juga tergantung pada sistem yang dipakai dan besaran nilai kurs.
“Kalau misalnya harus membayar Rp 50 juta di awal kan, berat. Walaupun mereka mampu, mereka berpikir buat apa membayar Rp 50 juta, bagaimana bila diinvestasikan di tempat lain,” kata Fabby.
Investasi PLTS atap makin mahal lagi bila menggunakan baterai. Namun cara ini akan lebih baik secara jangka panjang. Namun, dengan tarif listrik saat ini, Fabby menghitung, pengembalian investasi dari pemasangan PLTS atap akan terjadi pada tahun ke-7 atau ke-8.
Meski begitu, berbagai kekhawatiran masyarakat tak terbukti menurut Fabby. Sebagai pengguna PLTS atap sejak tahun 2018, Fabby merasakan berbagai manfaat, khususnya secara ekonomi.
Menurut Fabby, dengan PLTS atap, ia bisa mengurangi tagihan listrik. Dengan aturan lama, atau dengan Permen ESDM No. 26/2021, tagihan listrik yang bisa dihematnya sebesar 30% hingga 35% setiap bulan. Namun, penghematan ini sangat tergantung pada kapasitas PLTS atap dan konsumsi listriknya.
Karena merasakan manfaatnya, Fabby lantas menambah kapasitas PLTS atap dari sebelumnya 3 kWp menjadi 5,5 kWp di tahun 2021 lalu. Soal masalah atau kendala, ada teknisi dari vendor yang siaga dan menawarkan bantuannya.
“Jadi orang tidak perlu sibuk merawat PLTS atap, Kecuali kalau dia skala besar, untuk komersial, ada kontraknya. Dia harus dibersihkan permukaannya dari waktu ke waktu,” tutur Fabby.
Nah, kekhawatiran soal biaya di awal menurut Fabby pun sudah ada beberapa solusi. Dia bilang sudah ada beberapa perusahaan yang menawarkan pemasangan PLTS atap tanpa biaya besar di awal. Sehingga, pembayarannya bisa dicicil.
Baca Juga: Bayer Pasang Instalasi PLTS Atap Terbesar di Industri Farmasi Multinasional Indonesia
Perlu edukasi dan sosialisasi
Di tempat lain, ada Mada Ayu Habsari, Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) yang justru merasakan kenaikan animo masyarakat menggunakan PLTS atap. “Sangat tinggi animonya, bahkan sampai melebihi kuota yang saat ini tersedia,” ujar Mada.
Meskipun dia mengakui masih ada keengganan masyarakat menggunakan PLTS atap lantaran ketidaktahuan atas prosesnya, namun Mada bilang, hal itu bukanlah sebuah kendala besar bagi mereka.
Adapun, untuk mendorong penggunaan PLTS atap di tingkat rumah tangga, Mada menyebut pihaknya gencar melakukan sosialisasi. “Karena sebagai asosiasi, salah satu tugas kami mengkampanyekan penggunaan PLTS: mudah, murah dan aman,” katanya.
Sementara itu, Fabby berpendapat, setidaknya ada tiga hal yang harus dilakukan agar penggunaan PLTS atap di Indonesia tumbuh.
Pertama, dibutuhkan upaya sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat. “Ini harus terus menerus dilakukan, karena sampai hari ini banyak orang-orang yang bertanya ini teknologi apa,” kata Fabby. Edukasi ini harus dilakukan = semua pihak, termasuk pemerintah. Karena pengembangan energi terbarukan ini merupakan kepentingan pemerintah.
Langkah kedua, perlu ada insentif sebab harga merupakan faktor penghambat penggunaan PLTS atap. Insentif bisa berupa pemberlakuan sistem net metering, atau kelebihan listrik dari PLTS atap pengguna ke jaringan PLN dihitung sebagai pengurangan tagihan listrik.
Tak hanya itu, pemerintah juga bisa memberikan insentif berupa potongan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk bangunan yang menggunakan energi terbarukan. Insentif lain, adalah pengguna PLTS atap bisa mendapatkan insentif melalui carbon offset.
Langkah ketiga, menghadirkan regulasi yang mewajibkan PLN mencapai net zero emission, sehingga PLN memiliki kebutuhan untuk menurunkan emisi gas rumah kaca.
Baca Juga: PT Paiton Energy Hadirkan PLTS Atap di 3 Sekolah, Dukung Pembangunan Berkelanjutan
Adapun, berdasarkan data Monitoring PLTS atap Kementerian ESDM, hingga Maret 2025 terdapat 10.437 pelanggan PLTS atap on-grid PLN, dengan kapasitas 406,78 Megawatt Peak (MWp) per tahun. Dari jumlah tersebut, sebanyak 6.671 merupakan pelanggan rumah tangga dengan kapasitas 24,59 MWp.
Potensi PLTS atap ini sangat besar. Dari laporan IESR yang dirilis pada 2021, potensi teknis bila seluruh rumah di Indonesia dipasangi PLTS atap sebesar 655 Gigawatt Peak. Ini bila seluruh rumah tangga Indonesia dipasangi PLTS atap dengan minimum luas atap sebesar 20% hingga 25%. Tahun 2019, ada 7 juta rumah dengan daya listrik 2.200 VA.
Untungkan produsen
Popularitas PLTS Atap membawa berkah bagi kontraktor PLTS atap. Salah satunya SUN Energy, perusahaan PLTS atap yang berdiri sejak 2016 lalu. Anggita Pradipta, Group Head Marketing, SUN Group bilang, hingga kini permintaan pemasangan PLTS atap datang dari kalangan pelanggan menengah ke atas.
Untuk produk PLTS atap yang disediakan, Anggita bilang SUN Energy menyediakan SUN Terra, lini bisnis yang fokusnya menghadirkan PLTS atap untuk pelanggan rumah tangga.
SUN Terra sendiri sudah menjalin kerja sama dengan empat pengembang properti terkemuka di Indonesia untuk memasang sistem panel surya di hampir 1.000 rumah di Jakarta, Bekasi, dan Tangerang. Pengembang yang terlibat dalam kemitraan ini adalah Sinar Mas Land, PT Sinar Mitbana Mas, PT Putra Alvita Pratama, dan PT Bumi Parama Wisesa.
Saat ini kata Anggita terdapat 776 unit rumah yang termasuk dalam lingkup kerjasama tersebut, yaitu Cluster Hiera BSD, Yara at Kaia Grand Wisata Bekasi, Terravia BSD, Layton at NavaPark BSD, dan Richmond Cluster di Kota Wisata Cibubur yang memasang PLTS atap di rumahnya.
Meski banyak dilirik pengguna PLTS atap dari kalangan menengah ke atas, namun Anggita bilang, peminat pelanggan dari perumahan belum meningkat secara signifikan dari tahun ke tahun. Kurangnya informasi, biaya instalasi yang masih tergolong tinggi belum menjadi kebutuhan utama di rumah tangga. Ini menjadi faktor yang membuat PLTS atap kurang diminati pelanggan rumah tangga di perumahan.
Sehingga, pasar PLTS atap untuk rumah tangga belum berkembang seperti di segmen industri dan komersial. "Padahal sekarang ada banyak skema pembiayaan atau cicilan ringan," ungkap Anggita.
Bicara soal harga, Anggita sudah membuat banderol pemasangan solar panel SUN Terra untuk perumahan. Untuk kapasitas 2.000 Wp, biaya instalasi mulai dari sekitar Rp 35 juta-an. terkait perawatan, PLTS atap terbilang tidaklah rumit karena dirancang untuk masa pakai puluhan tahun atau 25 tahun.
"Asalkan instalasinya dilakukan oleh tenaga profesional bersertifikat dan sesuai standar keselamatan, penggunaannya di perumahan sangat aman dan tidak mudah rusak. Bahkan bisa melindungi atap terhindar dari kebocoran," imbuhnya. Jadi, Anda tertarik pasang PLTS atap?
Selanjutnya: Pengiriman Perdana dari SGAR Mempawah, Inalum Terima 21.467 Ton Alumina
Menarik Dibaca: Antisipasi Hujan Malam Hari, Ini Prakiraan Cuaca Besok (1/5) di Jawa Tengah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News