kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menkop beda pendapat soal bisnis taksi daring


Jumat, 26 Agustus 2016 / 11:53 WIB
Menkop beda pendapat soal bisnis taksi daring


Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Solusi mitra perusahaan aplikasi transportasi bisa berbentuk koperasi membawa berkah bagi pebisnis ini. Mengacu prinsip koperasi, sejatinya, mitra sudah tidak perlu lagi mengubah Surat Tanda Kendaraan Bermotor (STNK) milik pribadi menjadi milik badan hukum atau koperasi. 

Kondisi ini memang bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak dalam Trayek yang menjadi dasar bisnis transportasi online. "Bila ada anggota koperasi punya mobil dia tidak perlu lagi balik nama ke koperasi," ujar Agus Muharram, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM kepada KONTAN, Kamis (25/8).

Sebab prinsip koperasi adalah kebersamaan. Jadi bisa saja ada anggota koperasi yang punya kendaraan tapi ada yang tidak. Atau bisa saja ada anggota koperasi yang mengoperasikan kendaraan milik anggota koperasi lain.

Agus lantas mencontohkan Koperasi Supir Taksi Indonesia (Kosti). Kendaraan taksi tercatat milik pribadi tapi STNK di taksi Kosti tercatat atas nama koperasi. Para pengemudi merupakan pekerja bukan anggota. "Apakah ada yang mau punya mobil sendiri tapi harus balik nama atas nama koperasi, pasti tidak mau," ujarnya.

Nah, bila nanti aturan ini diterapkan, selain wajib punya surat izin mengemudi (SIM) A Umum,  para pengemudi juga wajib menjadi anggota koperasi yang berfungsi sebagai tanda pengenal anggota koperasi.

Dari kondisi yang bertolak belakang ini, kata Agus, Kementerian Perhubungan (Kemhub) masih terus mengevaluasi aturan bisnis transportasi online tersebut. Ia mengaku hingga kini masih belum mengetahui hasil akhir evaluasi tersebut.

Masih perlu rapat lagi 

Yang jelas, Kami (25/8) kemarin, di kantor Kementerian Perhubungan telah menggelar rapat untuk membahas penerapan aturan transportasi online tersebut.

Dalam pesan singkat, Puji Hartanto, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan bilang belum bisa memberikan penjelasan kepada media soal penerapan aturan tersebut lantaran harus mengadakan rapat terlebih dahulu dengan Komite Kebijakan Publik (KKP) supaya lebih optimal. Sayang seusai rapat, tidak satu pun pejabat Kemhub yang bersedia memberikan tanggapan. 

Tanggapan datang dari Andrianto Djokosoetono, Ketua Umum Organda yang bilang hingga kini belum ada keputusan baru soal penerapan aturan tersebut. Begitu pula soal polemik STNK taksi online juga belum ada keputusan. "Sebagai perusahaan angkutan, kami mengikuti Undang Undang Nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas," tandasnya. 

Ridzki Kramadibrata, Managing Director Grab Indonesia menyambut baik usulan Kementerian Koperasi dan UKM. Ia setuju bila bisnis transportasi online ini mengikuti prinsip ekonomi kerakyatan.

Asal tahu saja, saat ini pemerintah telah memberikan waktu selama satu tahun bagi pemilik kendaraan mitra perusahaan transportasi berbasis aplikasi untuk merubah nama STNK dari atas nama perorangan menjadi atas nama bahan hukum.          

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×