Reporter: Eldo Christoffel Rafael | Editor: Dessy Rosalina
JAKARTA. Kinerja industri pengolahan non-migas sepanjang tahun 2017 diprediksi mampu tumbuh positif sebagai kontributor terbesar bagi perekonomian nasional.
Untuk mencapai sasaran tersebut, diperlukan dukungan iklim usaha dan kondisi pasar yang kondusif baik di domestik maupun global.
“Salah satunya memang faktor ketersediaan pasar, sehingga perlu kombinasi tujuan pasar untuk dalam negeri dan ekspor. Jika pasar optimal, produksi bisa maksimal,” ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dalam keterangan pers Jumat (4/8).
Faktor penting lainnya guna memacu pertumbuhan industri. Yaitu kelancaran dari perizinan investasi, pasokan bahan baku, dan alur logistik.
Menurut Airlangga, industri manufaktur tidak hanya fokus pada produksi barang konsumsi untuk pasar dalam negeri, tetapi juga harus menangkap peluang pasar ekspor.
“Kami berharap, daya beli masyarakat meningkat. Volume industri saat ini terbantu dengan pasar ekspor,” tuturnya.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja ekspor Indonesia pada Januari-Juni tahun 2017 mencapai US$ 59,7 miliar atau naik 10 % dibanding periode yang sama tahun 2016 sebesar US$ 54,3 miliar.
Sementara itu, berdasarkan data dari Nikkei Purchasing Manager Index (PMI), rata-rata PMI pada kuartal I tahun 2017 adalah 50,06, sedangkan pada kuartal II-2017 sebesar 50,4. Indeks di atas 50 menunjukkan rentang ekspansi. Artinya, kinerja manufaktur secara rata-rata lebih baik.
“Bila dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain, Indonesia termasuk lebih baik dari Malaysia dan Singapura yang indeks PMI-nya berada di bawah Indonesia. Jadi, Indonesia tidak sendiri menghadapi situasi seperti ini,” papar Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News