kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45917,87   8,56   0.94%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mentan akan evaluasi ekspor sawit ke Eropa


Rabu, 12 April 2017 / 16:59 WIB
Mentan akan evaluasi ekspor sawit ke Eropa


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengancam akan mengevaluasi ekspor sawit dan biodiesel berbasis sawit ke negara-negara Eropa terkait sikap parlemen Uni Eropa yang dinilai merugikan industri sawit nasional.

Sebelumnya menurut parlemen Uni Eropa, sawit di Indonesia dinilai masih menciptakan banyak masalah mulai dari deforestasi, korupsi, pekerja anak-anak, sampai pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Indonesia oleh parlemen Uni Eropa bahkan dilarang untuk mengekspor sawit dan biodiesel ke negara lain.

"Kalau ada kerja sama yang telah kami tanda tangani, kami evaluasi," ujar Menteri Amran saat dihubungi di Semarang, Rabu (12/4).

Mentan menyatakan, pasar sawit Indonesia tidak hanya di Eropa, oleh karena itu, pihaknya tidak gentar jika negara-negara Uni Eropa sepakat melarang sawit Indonesia beredar di pasar-pasar Eropa.

Amran menyatakan akan meminta pelaku-pelaku eksportir kelapa sawit menghentikan ekspornya ke Eropa.

"Indonesia jangan mau didikte sama Uni Eropa. Kalau perlu hentikan ekspor sawit kita ke sana," ucapnya, menegaskan.

Menurut dia, saat ini Indonesia melakukan konversi ke Biofuel B-20 sebanyak 3,2 juta ton, sementara Eropa mengimpor 7 juta ton. Pihaknya telah minta ke seluruh eksportir jatah yang dikonversi biofuel tidak usah di ekspor ke Eropa.

"Kita masih punya B-30 dan itu kita butuh 13 juta ton. Artinya ekspor kita nanti berkurang karena kita jadikan biodiesel," tambahnya.

Mentan menegaskan, masalah sawit merupakan urusan pertanian dalam negeri, oleh karena itu, negara-negara Eropa diminta tidak mencampuri kebijakan pertanian Indonesia.

Indonesia, lanjutnya, saat ini telah memiliki standar sertifikasi produk sawit dan turunannya atau yang dikenal "Indonesian Sustainable Palm Oil" (ISPO), selain itu juga telah melakukan kerja sama dalam hal sertifikasi produk sawit dengan Malaysia melalui "Roundtable Sustainable Palm Oil" (RSPO).

Amran mengaku tidak takut jika harus mengevaluasi beberapa kerja sama dengan negara-negara Eropa khususnya Prancis. Pasalnya Indonesia memiliki posisi yang kuat dalam hal produsen minyak sawit dunia, bahkan, jika digabung Indonesia dengan Malaysia menguasai 80 produksi CPO dunia.

Indonesia, menurut dia, memiliki kedaulatan terhadap sawit. Karena itu, Indonesia berhak melakukan ekspor sawit kepada negara-negara yang memang membutuhkan, termasuk menghentikan ekspor ke negara-negara Eropa.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, salah satu yang dipermasalahkan oleh Uni Eropa juga yakni adanya perluasan perkebunan sawit akan menyebabkan kerusakan hutan. Padahal setiap kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia selalu berupaya menjaga kelestarian lingkungan, termasuk kesejahteraan manusia di dalamnya.

Terkait hal ini, Mentan Amran menilai resolusi terhadap sawit Indonesia ini merupakan upaya kampanye hitam yang bertujuan untuk menjatuhkan harga sawit Indonesia di tingkat Internasional.

Dia pun memastikan akan melakukan perlawanan terhadap kebijakan Uni Eropa tersebut, mengingat resolusi ini telah mengancam kelestarian hutan di Indonesia.

"Kalau Negara Eropa selalu melakukan 'black campaign' kepada palm oil Indonesia dan Malaysia ini berbahaya. Sebab secara tidak langsung mereka (Uni Eropa) yang memicu kerusakan hutan. Kenapa? karena ada komuniti di bawah sawit, ada pekerja sawit, kurang lebih ada komunitas sebanyak 11 juta hingga 30 juta jiwa. Kalau harga CPO jatuh, petani pasti cari penghasilan lain. Kalau cari penghasilan lain, pasti pergi babat hutan. Siapa yang bisa tahan itu," tuturnya.

Amran mencatat, ada beberapa negara seperti Prancis yang selalu getol melakukan kampanye hitam terhadap sawit Indonesia. Mereka ini mengimpor sawit dalam skala kecil, yakni 200.000 ton. Amran pastikan pihaknya kini tengah melakukan evaluasi kerja sama pertanian terhadap Prancis.

Oleh karena itu, menteri menyatakan pemerintah akan mendorong eksportir CPO dalam negeri agar fokus pada pasar besar yang tidak mempersoalkan CPO seperti India, China, Pakistan, Bangladesh, Turki dan negara lainnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×