kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45861,67   -2,73   -0.32%
  • EMAS1.368.000 0,59%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menteri ESDM: Kelanjutan Kebijakan HGBT Tergantung Temuan Gas


Minggu, 19 Mei 2024 / 19:44 WIB
Menteri ESDM: Kelanjutan Kebijakan HGBT Tergantung Temuan Gas
ILUSTRASI. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif


Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kebijakan keberlanjutan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) tak kunjung diputuskan atau harga gas murah di bawah US$ 6 per MMBTU.

Kementerian Perindustrian pun meminta perluasan penerima HGBT yang sebelumnya ada tujuh sektor industri. Tujuh sektor tersebut antara lain pupuk, petrokimia, oleochemical, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.

Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 91/2023 tentang Pengguna HGBT, kebijakan harga gas murah untuk industri ini akan berhenti pada tahun ini.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan perluasan penerima program HGBT akan bergantung dari temuan gas baru mendatang. Selain itu Kementerian ESDM saat ini tengah berfokus pada realisasi alokasi HGBT yang telah disetujui tahun ini.

"Kebijakan ini berlaku sampai 2024, ke depannya bergantung dari temuan gas," kata Arifin di ICE BSD, Selasa (14/5).

Adapun, Arifin menegaskan kelanjutan program ini menjadi perhatian untuk menciptakan daya saing industri yang lebih kompetitif. "Terus. [HGBT] terus jalan," tandasnya.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengirim permohonan perpanjangan program HGBT yang ditujukan kepada Menteri ESDM. Menteri Perindustrian Agus Gumiwang menyatakan agar inisiatif HGBT bisa menyasar sektor industri lebih luas.

Pengamat Migas sekaligus mantan President Indonesian Petroleum Association (IPA) Tumbur Parlindungan mengatakan, untuk mendapatkan harga gas yang lebih murah value chain (rantai nilai) harus dibenahi karena value chain yang ada yang membuat harga gas cukup tinggi.

"Industri yang membutuhkan gas juga mungkin harus dievaluasi apabila menginginkan harga gas murah. Contohnya, harga gas berapa persen dari component cost of good  sales industry tersebut," kata Tumbur kepada KONTAN, Jumat (17/5).   

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi menilai perluasan sektor industri penerima HGBT kurang tepat. Sebab, untuk menetapkan harga gas US$ 6 Mbptu, ada biaya yang harus ditanggung oleh pihak lain, misalnya dari sektor hulu harga gas harus diturunkan.

Menurut Fahmy, kebijakan ini tidak adil lantaran merugikan beberapa pihak seperti pemerintah dan PGN selaku pemilik pipa. Adapun, harga gas murah tersebut semestinya bisa diberikan ke PLN dan Pupuk yang bermanfaat langsung ke rakyat.

"Karena dengan harga itu ada harga intervensi bukan harga pasar yang dinikmati oleh sejumlah industri. Yang untung industri yang memperoleh HGBT. Sementara ada pihak-pihak yang dirugikan, misalnya sektor hulu pemilik gas, pemerintah, PGN sebagai pemilik pipa," ujar Fahmy.

Menurutnya, jika diberlakukan untuk kepetingan umum misalnya untuk PLN dan pabrik pupuk itu masih relevan.

"Jadi saya kira, sebaiknya dihentikan saja dikembalikan ke harga pasar. HGBT bisa dimanfaatkan untuk PLN dan pupuk untuk kepentingan rakyat," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Pre-IPO : Explained Supply Chain Management on Efficient Transportation Modeling (SCMETM)

[X]
×