Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebut akan ada konversi penggunaan Liquified Petroleum Gas (LPG) menjadi produk hilirisasi batubara berupa Dimethyl Ether (DME). Arifin menargetkan, penggantian konsumsi dari LPG ke DME akan berlangsung pada tahun 2035.
Arifin membeberkan, konsumsi LPG Indonesia berada direntang 7,5 juta ton - 8 juta ton. Kebutuhan itu dapat terpenuhi dengan proyek gasifikasi batubara yang sedang digarap PT Bukit Asam Tbk (PTBA), juga para pemegang PKP2B generasi pertama yang mengajukan perpanjangan operasi menjadi IUPK.
Arifin menegaskan, dalam memperoleh perubahan status dari PKP2B menjadi IUPK, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 (UU Minerba) mensyaratkan adanya hilirisasi batubara. Dengan begitu, pemerintah bisa mewajibkan para pemegang PKP2B generasi pertama yang ingin jadi IUPK untuk membangun hilirisasi berbasis produk DME dan methanol.
"Jadi ketujuh perusahaan ini (PKP2B generasi pertama), nanti akan bisa merespon antara 7,5-10 juta ton produk-produk equivalen DME. Kalau diberlakukan, dan setiap perusahaan dalam 5 tahun bisa menyelesaikan proyeknya, ini dari tahun 2035 mudah-mudahan kita sudah bisa mensubstitusi LPG dengan DME," terang Arifin dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI yang digelar Senin (23/11).
Baca Juga: Menteri ESDM: Tak ada pembangunan PLTD baru setelah tahun 2020
Jika permintaan LPG dan DME meningkat, Arifin menyebut kondisi tersebut justru bisa semakin meningkatkan pemanfaatan batubara kalori rendah yang dimiliki Indonesia. Dalam perhitungannya, untuk mencukupi kebutuhan 7,5 juta ton - 8 juta ton batubara, dibutuhkan pasokan sekitar 50 juta ton batubara kalori rendah sebagai bahan baku dalam proses hilirisasi.
Alhasil, program ini diklaim Arifin dapat meningkatkan prospek batubara Indonesia. "Jadi prospek batubara ini sebetulnya prospek masa depan bangsa kita juga," katanya.
Konvesi LPG menjadi DME ini sudah sukses diterapkan di China. Menurut Arifin, pihaknya pun sudah melakukan percobaan agar DME bisa dipakai seperti LPG di tabung 3 kilogram. "Ini bisa melakukan modifikasi sedikit lagi," sambungnya.
Adapun, proyek DME ini ditargetkan sudah mulai beroperasi dan dapat direalisasikan antara tahun 2024 atau 2025, dengan produksi sekitar 2,8 juta - 3 juta ton.
Produksi DME tersebut berasal dari proyek hilirisasi yang digarap oleh PTBA juga dari Bakrie Group melalui PT Kaltim Prima Coal (KPC). "Kemudian akan diikuti generasi selanjutnya, yaitu Arutmin, kemudian PKP2B lainnya yang akan melakukan program hilirisasi industri untuk konversi coal ke syntetic gas, kemudian menjadi final product. How dan when-nya sudah ada gambaranya," jelas Arifin.
Baca Juga: Segera ajukan IUPK, Adaro Energy (ADRO) bidik proyek hilirisasi coal to methanol
Tak hanya untuk menggantikan LPG, Arifin juga mengungkapkan bahwa hilirisasi batubara dalam bentuk syntetic gas juga bisa dipakai untuk menggantikan gas pipa jika nanti Indonesia kehabisan pasokan natural gas.
"Terutama di daerah Sumatera dan Jawa, dimana nanti gas pipa akan berkurang dan itu bisa kita isi dengan gas syntesa yang berasal dari hilirisasi batubara," pungkasnya.
Berdasarkan data yang dipaparkan Kementerian ESDM, sudah ada 4 proyek hilirisasi dalam bentuk gasifikasi batubara yang dijajaki oleh 4 perusahaan. Keempat proyek tersebut adalah:
1. Coal to DME PTBA yang bekerjasama dengan Pertamina dan Air Product. Estimasi operasi komersial (COD) pada tahun 2025 dengan feedstcok batubara sebanyak 6,5 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di Tanjung Enim Sumatera Selatan ini akan menghasilkan 1,4 juta ton DME per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi kajian dan skema subsidi DME untuk substitusi LPG serta negosiasi skema bisnis proyek.
2. Coal to methanol PT KPC atau kerjamasa antara PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan Ithaca Group dan Air Product. Estimasi COD pada tahun 2024 dengan feedstcok batubara sebanyak 5-6,5 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di Bengalon Kalimantan Timur ini akan menghasilkan 1,8 juta ton methanol per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi feasibility study (FS) dan skema bisnis.
3. Coal to methanol PT Arutmin Indonesia. Estimasi COD pada tahun 2025 dengan feedstcok batubara sebanyak 6 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di IBT Terminal-Pulau laut Kalimantan Selatan ini akan menghasilkan 2,8 juta ton methanol per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi kajian (para-FS).
4. Coal to methanol PT Adaro Indonesia. Estimasi COD pada tahun 2025 dengan feedstcok batubara sebanyak 1,3 juta ton per tahun. Proyek yang berlokasi di Kota Baru Kalimantan Selatan ini akan menghasilkan 660.000 ton methanol per tahun, dan status saat ini masih dalam finalisasi kajian (para-FS).
Baca Juga: Kinerja Adaro (ADRO) Per September 2020 Jeblok tapi Sahamnya Direkomendasikan Beli
Kemudian, ada juga 3 proyek undergorund coal gasification (UCG), yang masih dalam tahap skala pilot project, yaitu:
1. Proyek UCG PT Kideco Jaya Agung di Kalimantan Timur
2. Proyek UCG PT Indominco di Kalimantan Timur
3. PT Medco Eenrgi Mining International (MEMI) dan Phoenix Energu Ltd., di Kalimantan Utara.
Selanjutnya: Dari PKP2B hingga PTBA, ini deretan perusahaan yang sedang jajaki proyek hilirisasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News