kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Minta insentif dan ada badan khusus, ini usulan Kadin untuk RUU Energi Terbarukan


Senin, 21 September 2020 / 18:56 WIB
Minta insentif dan ada badan khusus, ini usulan Kadin untuk RUU Energi Terbarukan
ILUSTRASI. Kadin menyampaikan sejumlah usulan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyampaikan sejumlah usulan dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBT). Usulan tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Komisi VII DPR RI untuk menampung masukan dari sisi investasi pelaku industri.

Paling tidak ada lima usulan yang disampaikan Wakil Ketua Umum Kadin bidang Energi Terbarukan dan Lingkungan Hidup Halim Kalla. Pertama, dari sisi judul dan ruang lingkup, Kadin mengusulkan agar RUU ini fokus pada Energi Terbarukan (ET). Alasannya, jenis energi lainnya sudah diatur melalui undang-undang tersendiri, termasuk untuk energi baru dan juga nuklir.

Sehingga, Kadin menilai bahwa RUU ini lebih baik fokus pada sektor energi terbarukan seperti energi dari surya, air, biomassa, angin dan juga panas bumi. RUU ET ini diharapkan bisa mempercepat pengembangannya dan juga transisi ke energi bersih. "Kadin mengusulkan RUU ini fokus pada energi terbarukan, buka Baru (EBT). Fokus pada yang sekarang bisa dibangkitkan, dan bagaimana mempercepat transisi energi terbarukan," ungkap Halim dalam RDPU yang digelar Senin (21/9).

Usulan untuk mengubah RUU EBT menjadi RUU Energi Terbarukan sebelumnya juga disampaikan oleh Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) pada RDPU yang diadakan Kamis (17/9) lalu. Sejalan dengan itu, Kadin juga mendukung agar pemanfaatan nuklir tidak dimasukkan ke dalam RUU Energi Terbarukan ini. Sebab, penggunaan teknologi tinggi dan tingkat risikonya yang juga tinggi dinilai perlu diatur secara khusus.

"Kami tidak memasukkan nuklir di sini, karena berharap nuklir jadi suatu badan lain, ada UU khusus karena sifatnya high technology dan (risiko) keselataman lebih tinggi," kata Halim.

Baca Juga: Dari regulasi hingga pendanaan, ini hambatan energi terbarukan versi Kadin

Usulan kedua yang disampaikan Kadin adalah pembentukan Badan Pengelola Energi Terbarukan (BPET). Halim bilang, BPET ini diperlukan untuk mempercepat transisi energi dengan tugas pokoknya untuk mengkoordinasikan impelementasi kebijakan energi terbarukan.

"Adanya badan pengatur ini sehingga mengawasi betul, baik aturan mainnya, aturan tender, aturan harga dan aturan lokasi. Sehingga bisa memacu dalam meningkatkan proprosi energi terbarukan," jelas Halim.

Namun dia menegaskan, BPET ini mesti bersifat independen. Keanggotaannya bisa berasal dari pemerintah, swasta dan juga profesional. Dalam hal ini, Halim menunjukkan permisalan BPET seperti halnya Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) atau juga BP Migas, lembaga yang mengurusi sektor hulu, yang saat ini bernama SKK Migas.

Lebih lanjut, BPET ini juga dipandang sangat perlu untuk menampung dan menyalurkan pembiayaan yang dapat digunakan dalam pengembangan energi terbarukan. Pasalnya, dalam lima tahun terakhir banyak negara-negara dan pembiayaan globa yangl tertarik untuk memberikan bantuan dana untuk Indonesia. Namun, dana-dana tersebut belum dapat teroptimalkan lantaran belum ada lembaga penampung dan penyalur yang tepat.

"Sehingga dalam UU energi terbarukan ini dapat dimasukkan lembaga khusus yang menampung bantuan dari luar untuk menyalurkan kembali kepada para investor di Indonesia," ujar Halim.

Fungsi lembaga khusus berupa BPET ini sejalan dengan usulan dari METI dan juga Masyarakayt Kelistrikan Indonesia (MKI), yang telah disampaikan dalam RDPU sebelumnya.

Baca Juga: DPR didesak untuk keluarkan isu nuklir dari RUU energi terbarukan, kenapa?




TERBARU

[X]
×