Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
Usulan ketiga, Kadin meminta agar harga energi terbarukan untuk pembangkitan harus ditetapkan berdasarkan nilai keekonomian. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan lokasi, ketersediaan infrastruktur, kapasitas terpasang, jenis teknologi dan tingkat pengembalian yang wajar. "Perlu disusun tatacara perhitungan harga energi terbarukan yang baku," ujarnya.
Keempat, Kadin meminta penyediaan insentif yang dapatĀ meningkatkan keekonomian energi terbarukan. Kata Halim, insentif tersebut disedikan dalam jangka waktu tertentu. Misalnya berupa tax holiday dan tax allowance tanpa batasan investasi setidaknya untuk jangka waktu 10 tahun. Juga adanya pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pengadaan jasa dan produk dalam negeri.
Kelima, Kadin meminta agar Kementerian BUMN sebagai induk dari PT PLN (Persero) yang merupakan single buyer, dapat memberikan penugasan yang jelas kepada perusahaan setrum plat merah tersebut dalam beberapa hal. Antara lain mengutamakan pengembangan dan pengoperasian ET dengan penetapan target untuk setiap wilayah sesuai dengan KEN, RUEN dan RUKN.
Selanjutnya, pola pengadaan pembangkit energi terbarukan yang transparan, target waktu pencapaian, serta Perjanjian Jual Beli tenaga Listrik (PJBL) yang bankable agar perbankan nasional mau menyediakan pembiayaan proyek (project finance).
Halim pun meminta agar tarif dan kontrak tidak ada berubah-ubah selama masa yang telah disepakati. "Kami berharap benar-benar fix sampai akhir kontrak, mungkin 30 tahun. Sehinga bank bisa menghitung jangka panjang, bahwa usaha kami ini investasinya dapat dikembalikan, dapat membayar cicilannya," imbuh Halim.
Selanjutnya: Keberadaan nuklir di RUU EBT mendapat tentangan dari sejumlah pihak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News