Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mitra Bukalapak, platform online-to-offline (O2O) milik Bukalapak memimpin penetrasi digital di kalangan warung di Indonesia. Menurut hasil studi yang dilakukan oleh Nielsen di tahun 2022, penetrasi Mitra Bukalapak saat ini mencapai 56%.
Dengan torehan positif tersebut, menjadi bukti bahwa platform Mitra Bukalapak banyak diakses pengguna gawai pintar di Indonesia, terutama yang memiliki usaha secara offline, sehingga mampu menjual ragam produk grosir dan mampu mengakses fitur layanan jasa keuangan atau manfaat pendukung usaha para mitra.
Saat ini, program O2O dari emiten dengan kode Saham BUKA telah berhasil melayani lebih dari 15,2 juta pemilik warung dan pelaku usaha mikro dan kecil lainnya di seluruh Indonesia,
Kepemimpinan Mitra Bukalapak dalam bisnis O2O menjadi bukti strategi bisnis yang dijalankan sudah tepat dan berhasil. Juga, menjadi pilihan strategis yang tepat, mengingat pertumbuhan ekonomi semakin bergeser ke luar kota-kota besar. Apalagi, banyak warung di daerah belum banyak yang melakukan digitalisasi.
Ekonom Senior Aviliani, berpendapat, keberhasilan Mitra Bukalapak memang seiring sejalan dengan perubahan perilaku masyarakat selama pandemi. Produk dan jasa yang sebelumnya banyak dipenuhi melalui platform online, di masa pandemi kini berangsur kembali ke pasar offline.
Belum lagi, keberhasilan O2O Mitra Bukalapak, memang sejalan dengan budaya masyarakat atau konsumen di Indonesia yang senang berkumpul, melakukan interaksi antara penjual dan pembeli.
Baca Juga: Kinerja Bukalapak (BUKA) Diprediksi Membaik di 2023, Simak Rekomendasi Analis Berikut
Berbeda dengan konsumen masyarakat negara maju yang sangat individualis dan mengutamakan kemudahan dalam memenuhi kebutuhan .
"Tidak bisa dipungkiri, faktor akar budaya masyarakat Indonesia itu sebagai makhluk sosial, senang berkumpul, termasuk dalam hal transaksi ekonominya," ucap Aviliani dalam keterangannya, Rabu (11/1).
Disampaikan Aviliani, platform ecommerce, memang harus membantu UMKM termasuk warung-warung kelontong di daerah yang belum banyak tersentuh digitalisasi. Hasilnya, platform O2O menjadi bukti bahwa UMKM bisa diajak bersinergi dan tidak tersingkirkan meski ada disrupsi digital.
"Warung-warung di daerah, tentu sangat bagus jika diberdayakan oleh platform ecommerce, secara offline. Misal mereka bisa bantu dari sisi rantai pemasok produk, kan warung sifatnya dagang di end user. Makanya platform seperti Bukalapak juga bisa berperan pada aspek Business to Business (B2B)," jelas Aviliani.
Modelnya, platform ecommerce kerjasama dengan supplier, kemudian bekerjasama dengan pedagang. Apalagi, saat ini persaingan ecommerce di end user langsung begitu ketat, sehingga perlu langkah strategi baru untuk bersaing. Karena itu, langkah Bukalapak untuk serius membangun ekosistem O20 dinilai sudah tepat.
"Kalau ecommerce-nya tidak punya ekosistem hampir pasti tidak akan sukses, apalagi jika jualannya cuma di end user saja," ucap Aviliani.
Di sisi lain, Aviliani juga menilai bahwa daerah punya potensi ekonomi besar, baik di area Jawa maupun luar Jawa. Dengan platform seperti Mitra Bukalapak lebih banyak di daerah, juga diharapkan bisa membantu UKM di daerah mendapatkan suply produk barang lebih murah.
Misal platform B2B Bukalapak kerja sama buka dengan Unilever, nanti diteruskan di daerah melalui warung-warung kelontong.