kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

MRA alot, ekspor walet ke China pakai perantara


Selasa, 19 November 2013 / 08:10 WIB
MRA alot, ekspor walet ke China pakai perantara
ILUSTRASI. Warga menggunakan pakaian pelindung di tengah tindakan penguncian baru di beberapa bagian kota untuk mengekang wabah Covid-19 di Shanghai, China. 15 Juni 2022. REUTERS/Aly Song/Files


Reporter: Handoyo | Editor: Fitri Arifenie

JAKARTA. Perundingan perjanjian mutual recognition agreement (MRA) antara Indonesia dengan Cina tampaknya berjalan alot. Dampaknya: ekspor sarang burung walet Indonesia ke negeri berpenduduk 1,4 miliar tersebut masih harus melewati perantara di Hong Kong dan Malaysia.


Banun Harpini, Kepala Badan Karantina Kementrian Pertanian (Kemtan) mengatakan kondisi tersebut jelas merugikan Indonesia. Soalnya, jika ekspor sarang burung walet dilakukan secara langsung, harga yang diperoleh bisa tiga kali lipat.


Sekadar informasi, harga jual sarang burung walet melalui pihak kedua berada di kisaran Rp 5 juta per kilogram (Kg). Padahal jika langsung ke Cina bisa mencapai Rp 37 juta per kg.


Dalam setahun, Indonesia berhasil memproduksi sarang burung walet hingga 400.000 ton. Sentra penghasil sarang burung walet ini antara lain Lumajang, Gresik serta beberapa daerah di Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Potensi ekspor sarang burung walet cukup besar yakni mencapai 200 ton setiap tahunnya. Pasar potensial ekspor burung walet selain China adalah Amerika Serikat.


Seperti diketahui, pada awal tahun 2013, pemerintah China datang ke Indonesia untuk kesepakatan MRA. Pemerintah Indonesia mengajukan produk hortikultura adalah manggis, salak, alpukat dan sarang burung walet bisa masuk ke China. Sementara China mengajukan supaya jeruk, apel, pir dan bawang putih bisa masuk lewat Tanjung Priok. Tadinya, perjanjian MRA ini ditargetkan akan bisa mulai berlaku pada akhir tahun ini.


Menurut Banun, belum tercapainya MRA karena China masih mempelajari sertifikat kesehatan untuk produk walet asal Indonesia. Padahal, persyaratan untuk sertifikasi ini sudah lengkap sejak awal Oktober lalu. "Mengapa China berlama-lama?" ujar Banun.


Suswono, Menteri Pertanian, mengatakan, pihaknya sudah sangat siap bila pihak Cina melakukan penelusuran produksi sarang burung walet tersebut. "Peternak burung walet sudah bisa memenuhi (penelusuran)," kata Suswono.


Selain itu, belum berjalannya MRA, lanjut Banun karena Indonesia masih menunggu data-data pendukung dari China terkait dengan kebun hortikultura mereka. Banun menduga, Cina masih kesulitan dalam penanganan penyakit dibidang hortikultura.


Walhasil, pihak Cina masih belum mengeluarkan izin kepada Badan Karantina Indonesia untuk melakukan evaluasi terhadap perkebunan di sentra bawang putih. Padahal evaluasi tersebut merupakan salah satu tahapan utama dalam penerapan MRA.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×