kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

MTI: Realisasi zero ODOL perlu sinergi antar pihak


Rabu, 13 Oktober 2021 / 15:32 WIB
MTI: Realisasi zero ODOL perlu sinergi antar pihak
ILUSTRASI. (overload overdimension/ODOL)


Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kunci sukses pelaksanaan Zero Over Dimension Over Load (Zero ODOL) di Indonesia adalah terciptanya sinergi antar Kementerian dan Lembaga terkait. Namun, hingga saat ini masih terlihat belum adanya pemahaman dan visi yang sama di antara kementerian dan lembaga terkait itu.

Hal ini disampaikan Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Harya S. Dillon yang akrab disapa Koko. Dia mengatakan MTI mendukung langkah pemerintah untuk mewujudkan Zero ODOL. “Sayangnya, belum ada sinergi antar kementerian dan lembaga terkait. Seharusnya, semua kementerian harus punya pemahaman dan visi yang sama,” ujarnya dalam keterangan yang diterima KONTAN, Rabu (12/10).

Ditanya soal masih adanya keluhan dari industri yang meminta agar Pemerintah menaikkan kelas jalan agar truk yang memiliki kapasitas tinggi bisa kemana-mana, Koko mengatakan perlunya dibuat opsi angkutan barang berbasis rel.

“Karena semua titik-titiknya sudah jelas. Harusnya rencana pembangunan pelabuhan dan sentra industri terintegrasi dengan konektivitas rel. Sehingga, arus lalu lintas barang bervolume tinggi dapat terlayani dengan efisien dan berkeselamatan,” kata Koko lebih lanjut.

Dia juga mengatakan kewenangan manajemen transportasi angkutan barang berbasis jalan raya masih belum sepenuhnya terintegrasi, karena masih ada kewenangan Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), dan Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan. “Belum lagi kewenangan penindakan di lapangan yang masih ada peran Polri (Korlantas). Di beberapa negara maju, otoritas itu di bawah satu kementerian,” tambahnya.

Oleh karenanya, menurut Koko sebaiknya masalah kelembagaan terlebih dahulu harus dipecahkan. Dengan begitu, pengusaha truk maupun pemilik barang tidak akan bingung. “Kalau sudah tidak bingung, edukasi terkait Zero ODOL akan lebih mudah nantinya,” tukasnya.

Baca Juga: Kebijakan zero ODOL perlu kajian komprehensif

Koko pun mengaku tidak yakin target pemerintah untuk Indonesia bebas kendaraan over dimension over loading atau zero ODOL pada 1 Januari 2023 dapat terwujud. Berdasarkan temuan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), 81 Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) yang beroperasi saat ini kekurangan 2.929 petugas.

Dalam hitungan MTI, 1 unit UPPKB memerlukan 42 personel yang terdiri atas koordinator satuan pelayanan (Korsatpel), penyidik pegawai negeri sipil (PPNS), petugas penimbang kendaraan bermotor, penguji kendaraan bermotor, petugas pencatat, pengatur lalu lintas, petugas pengaman, administrasi perkantoran, petugas teknologi informasi, teknisi elektrikal dan mekanikal, serta petugas kebersihan.

Dengan demikian, dibutuhkan 3.402 personel untuk mengoperasikan UPPKB. Sayangnya, saat ini personel yang tersedia hanya 473 orang atau masih kurang 2.929 orang. “Melihat progres selama ini, saya belum berani optimistis zero ODOL bisa tercapai 2023,” jelas Koko.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Muhammad Khayam mengusulkan agar pemberlakuan zero ODOL (Over Dimension Over Load) diberlakukan pada tahun 2025, ketika semua pihak yang terlibat telah siap baik secara infrastruktur maupun kebijakan penerapannya.

“Pada prinsipnya Kemenperin mendukung untuk menjalankan kebijakan bebas ODOL pada tahun 2023. Tapi, persoalannya kita ketahui bersama bahwa pada tahun 2020 terjadi pandemi Covid-19 yang telah menurunkan utilisasi dari industri nasional kita,” ujar Khayam.

Dia juga memandang perlu adanya pembenahan sebelum menjalankan zero ODOL ini. Pertama adalah penyesuaian KEUR/KIR yang ada terhadap desain kendaraan dan kelas jalan. Kedua, kebijakan penerapan multiaxle. Ketiga, peningkatan kualitas daya dukung jalan sesuai kelas jalan. 

"Dengan pembenahan ketiga hal tersebut menurut hemat kami akan meminimalkan biaya pengadaan jumlah truk, dan tentunya investasi yang besar yang harus dilakukan oleh industri nasional,” ucapnya.

Selanjutnya: Soroti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, ini catatan MTI

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×