kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Musisi luar negeri membanjiri Jakarta


Rabu, 03 April 2013 / 16:45 WIB
Laju ekonomi Indonesia di 2022 bisa seperti sebelum masa pandemi. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.


Reporter: Sofyan Nur Hidayat, Adinda Ade Mustami | Editor: Imanuel Alexander

Jakarta. Kendati berkelimpahan dengan musisi dalam negeri, Indonesia akhirakhir ini kebanjiran konser musisi asing. Kedatangan musisi dari negeri seberang merupakan magnet bagi masyarakat yang haus hiburan. Peluang itu dimanfaatkan betul oleh para promotor musik untuk mendatangkan musisi level internasional ke Indonesia.

Sepanjang 2012 saja ada lebih dari 50 musisi asing yang menggelar konser musik di Indonesia. Sejumlah nama kondang yang menghibur publik Indonesia sepanjang tahun lalu seperti Big Bang, Sting, Guns N’ Roses, Katy Perry, dan Maroon 5.

Tahun ini, rangkaian konser musik dari musisi mancanegara masih belum putus. Selama bulan Januari–Maret saja tercatat sudah ada 27 konser musik asing dari berbagai aliran musik. Weezer, grup musik rock alternatif asal Los Angeles, Kalifornia, Amerika Serikat (AS), menjadi artis impor pertama yang tampil di tahun ini. Sedang mereka yang masih dinantinantikan untuk manggung tahun ini seperti Blur, Aerosmith, dan Russell Peters.

Panggung hiburan yang menyajikan para bintang sejagat seakan tidak putus-putusnya karena banyaknya promotor musik di Indonesia. Bisnis promotor musik pun banyak diisi
oleh nama-nama baru yang terus bermunculan. Sejumlah promotor yang muncul dalam beberapa tahun terakhir seperti Dyandra Entertainment, Soundshine Events, Java Festival Production, Berlian Entertainment, Ismaya Live, Marygops Studio, Mahaka Entertainment , Big Daddy, Mediaworks, Showmaxx, 3 Oceans Live, Indika Productions, Mahkota Promotions, Show Nation, dan Black-Rock Entertainment.

Cherry Ibrahim, Project Manager PT Dyandra Amaradana (Dyandra Entertainment) yang merupakan salah satu promotor musik baru, menuturkan, perusahaan itu masuk ke bisnis promotor musik karena melihat celah bisnis yang cukup menjanjikan. “Pasarnya juga cukup luas dan masih bisa dikembangkan,” kata Cherry.

Pasar bisnis konser musik ini bisa terlihat dari banyaknya orang Indonesia yang pergi ke luar negeri hanya untuk menyaksikan penampilan musisi internasional. Daripada membuang uang di luar negeri, tutur Cherry, akan lebih menguntungkan jika bisa mendatangkan langsung sang musisi ke Indonesia. Dengan begitu, orang akan lebih mudah mendapatkan tontonan berkualitas dan bisa mendatangkan devisa.

Sebelum cawe-cawe menggelar konser, Dyandra sudah 19 tahun malang melintang di industri meetings, incentives, conferences, and exhibitions (MICE). Konsep bisnis penyelenggaran pameran, kata Cherry, tidak terlalu berbeda dengan bisnis promotor musik. Tidak mengherankan jika Dyandra yang baru setahun menjadi promotor musik mengawali kiprahnya di panggung musik dengan mulus. Tahun lalu, mereka sukses menyajikan penampilan apik David Guetta, David Foster, dan Jennifer Lopez.

Tahun ini Dyandra Entertainment menargetkan bisa menggelar antara 10 hingga 11 konser musisi kaliber dunia internasional. Artis yang sudah memberi kepastian untuk tampil adalah Blur dan, grup rock kawakan, Aerosmith.

Promotor musik lain yang terbilang wajah baru dan tengah naik daun adalah Big Daddy Entertainment. Perusahaan yang didirikan oleh Michael Rusli itu, kini, menjadi satu pemain utama di industri showbiz dalam negeri. Tahun lalu, Big Daddy berhasil menghelat sebanyak 14 konser musik. “Tahun ini kami akan menyelenggarakan sekitar 16 konser musik,” kata Michael.

Tiga konser yang digelar pada bulan Maret lalu adalah runner up American Idol musim ke-8 tahun 2009 Adam Lambert, grup idola pendatang baru asal Korea Selatan B1A4, serta Demi Lovato, si cantik dari Texas, pelantun Give Your Heart A Break .

Big Daddy tidak cuma menggelar panggung di Indonesia saja, tetapi juga merambah ke luar negeri. Perusahaan itu pernah menggelar konser boyband asal Korea Selatan, 2PM, di Kota Manila, Filipina, awal Maret lalu.

Java Musikindo yang sudah belasan tahun berkecimpung di bisnis ini juga tak kalah gesit dengan para pemain baru dalam mendatangkan artis luar negeri. Tahun lalu, setidaknya mereka menggelar tiga konser dengan musisi besar yaitu Maroon 5, Owl City, dan Shah Rukh Khan.

Tahun ini Java Musikindo menargetkan penyelenggaraan konser musik yang lebih banyak. “Bisnis ini tidak akan pernah sepi,” kata pendiri Java Musikindo, Adrie Subono.

Magnet artis

Kesuksesan sebuah konser musik salah satunya ditentukan oleh jumlah penonton yang datang. Dengan begitu pemilihan musisi yang akan didatangkan ke Indonesia harus melalui pertimbangan yang matang.

Michael bilang untuk memilih artis yang akan didatangkan, Big Daddy selalu melakukan riset terlebih dahulu. Tujuan riset apalagi kalau bukan mengukur tingkat kepopuleran sang artis di Indonesia. “Kami melakukan riset melalui berbagai cara. Misalnya dengan mengamati media sosial, radio, atau media lain,” kata Michael.


Jumlah fans yang dimiliki sang artis adalah indikator penting dalam menentukan layak atau tidaknya menggelar konser. Semakin banyak fans yang dimiliki di Indonesia, tentu potensi mendatangkan banyak penonton semakin besar.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Dyandra Entertainment. Cherry bilang, besarnya jumlah penggemar artis asing di Indonesia menjadi faktor yang sangat menentukan. Keberadaan penggemar dapat dipergunakan untuk mengkalkulasi potensi penonton yang datang ke konser musik yang digelar.

Sebagai contoh, jika jumlah fans seorang artis di Indonesia mencapai 15.000 orang, maka setidaknya ada 15% atau 2.250 orang yang akan menonton konser. “Belum lagi, jika penggemar itu akan membawa serta temannya untuk ikut menonton,” kata Cherry.

Promotor musik juga akan menentukan target jumlah penonton dari setiap konser musik yang digelar. Dyandra sendiri menargetkan jumlah penonton untuk setiap acaranya mencapai kisaran 10.000 orang. Namun jumlah penonton yang ditargetkan akan berbeda-beda, bergantung pada artis yang didatangkan. Selain itu, ruang penyelenggaraan konser juga ikut mempengaruhi. Maklum, ruang konser juga memiliki kapasitas maksimal.

Demikian juga dengan Big Daddy. Menurut Michael target penonton akan disesuaikan dengan artis yang didatangkan. Jumlahnya bisa ribuan hingga puluhan ribu orang. Sebagai gambaran saja, Big Daddy tahun lalu berhasil menjaring 200.000 orang penonton. Sedangkan tahun ini, jumlah penonton ditargetkan meningkat menjadi 250.000 orang.

Kesuksesan menjaring ribuan penonton berbanding lurus dengan besaran keuntungan yang akan dinikmati sang promotor. Tapi hasil penjualan tiket, menurut Cherry, hanya salah satu saluran pendapatan saja. Promotor musik juga bisa memancing dana dari pihak sponsor.

Secara teori, Dyandra Entertainment menerapkan penjualan tiket harus mampu menopang 75%–80% dari biaya produksi. Dengan demikian, pendapatan dari sponsor bisa menjadi bonus atau keuntungan promotor musik. “Margin yang diperoleh promotor musik sekitar 20%,” kata Cherry.

Michael juga mengakui pendapatan Big Daddy diperoleh dari dua sumber yaitu penjualan tiket dan sponsor. Tapi kontribusi masing-masing terhadap pendapatan promotor musik tidak bisa dipastikan, tergantung acara yang digelar.

Yang jelas dari bisnis promotor, Big Daddy, tahun lalu, meraih pendapatan sebesar Rp 100 miliar. Sedangkan target pendapatan Big Daddy sepanjang tahun ini berkisar Rp 130 miliar–Rp 150 miliar. Namun, margin keuntungan di tiap acara tidak bisa dipastikan. “Untuk acara family show bisa mendatangkan keuntungan lebih besar,” ujar Michael.

Acara itu bisa mendatangkan untung besar karena waktu penyelenggaraannya biasanya lebih lama dan mampu menyedot banyak penonton. Big Daddy tengah menyiapkan family show selama 11 April–14 April, yang bertajuk Disney on Ice presents Princesses & Heroes di Istora Senayan, Jakarta.

Tapi, seperti kebanyakan bisnis lain, Michael menyebut, tidak semua konser musik yang diadakan bisa memberikan keuntungan yang besar. Untuk itu, Big Daddy menyiasatinya dengan memperbanyak jumlah acara dalam satu tahun.

Potensi untung dari bisnis promotor musik memang menjanjikan. Tapi jangan lupa, perusahaan promotor musik juga harus mengeluarkan modal yang sangat besar untuk mendatangkan artis asing.

Michael menyebut, untuk mendatangkan grup band Korea Selatan, misalnya, biaya yang dibutuhkan lebih kecil daripada tarif yang dipasang oleh artis dari Amrik. Namun biaya panggung beserta segala perlengkapannya, restoran, dan hotel, lebih mahal. Sebab, mereka biasanya berbentuk kelompok.

Bagi Dyandra Entertainment, event yang membutuhkan biaya terbesar adalah penyelenggaraan konser Jennifer Lopez, tahun lalu. Cherry menuturkan, untuk konser sang diva, Dyandra menghabiskan dana sekitar Rp 8 miliar.

Pasar unik

Dengan padatnya jadwal penyelenggaraan, konser musisi asing seakan menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat di Indonesia. Banyak orang yang rela membayar tiket yang harganya berkisar jutaan rupiah, demi menonton musisi idolanya. Dengan terus bertambahnya jumlah konser dalam setahun menunjukan bahwa pasarnya memang ada dan terus berkembang.

Dalam lima tahun terakhir, Direktur Dyandra Entertainment Sri Vista Limbong menyebut Indonesia menjadi negara kedua setelah Jepang yang paling banyak dikunjungi musisi asing di kawasan Asia. Nilai perputaran uang di bisnis promotor dalam industri showbiz konser musisi asing pun cukup fantastis. Pada tahun 2012 lalu, nilainya mencapai Rp 500 miliar. “Industri showbiz konser musisi asing tumbuh pesat dari waktu ke waktu,” kata Sri.

Konser musisi asing sebenarnya bukan barang baru dalam peta bisnis di Indonesia. Pada tahun 1975, misalnya, Jakarta pernah diguncang oleh kehadiran band rock legendaris, Deep Purple. Konser Deep Purple yang berlangsung selama dua hari di Stadion Utama Senayan, yang kini bernama Gelora Bung Karno, mencetak rekor penjualan tanda masuk, yaitu 100.000 lembar tiket. Di dekade 80-an, beberapa nama besar juga sukses menyedot puluhan ribu penonton di Jakarta. Sebut saja Mick Jagger dan dua grup beraliran super cadas, Metallica serta Sepultura.

Namun pasca kerusuhan akibat kekacauan ekonomi pada tahun 1997–1998, konser musik asing seperti tenggelam. Indonesia dipandang kurang kondusif dan aman bagi pagelaran konser musisi asing. Kini saat situasi Indonesia lebih kondusif, industri showbiz pun bangkit kembali dalam beberapa tahun terakhir.

Meski sudah banyak konser musisi asing digelar, Michael menilai mayoritas acara masih diselenggarakan di Jakarta. Hal itu menunjukkan bahwa pasar bisnis ini sebenarnya belum terlalu besar. “Pasarnya masih growing,” kata Michael.

Dari sisi pasar, Michael menilai pasar Indonesia juga belum sebesar negara tetangga seperti Singapura, Thailand, dan Australia. Tapi justru di sanalah peluang bagi promotor musik untuk berkembang. Seiring dengan peningkatan gaya hidup masyarakat, ke depan konser musik para musisi internasional bisa digelar di daerah-daerah, bahkan di luar Pulau Jawa.

Cherry pun sependapat dengan besarnya potensi yang ada. Apalagi market Indonesia menurutnya cukup unik. Selama ini, menurut Cherry, orang yang datang menonton konser musik bukan hanya karena menggemari artis yang tampil. Kadangkala, mereka hanya ikut-ikutan nonton karena kehebohan yang timbul.


***Sumber : KONTAN MINGGUAN 27 - XVII, 2013 Bisnis

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×