Reporter: Asnil Bambani Amri, Jane Aprilyani | Editor: Noverius Laoli
Penurunan jumlah pasien yang melakukan tes PCR dan antigen juga terjadi di perusahaan laboratorium berjaringan seperti PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA). Bulan ini, Prodia menghitung rata-rata harian tes PCR hanya sekitar 600 per hari. "Turun sekitar 50% jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya," kata Dewi Muliaty, Direktur Utama Prodia, kepada KONTAN.
Harus tambah layanan
Namun, Dewi berpendapat, penurunan jumlah pasien yang melakukan tes Covid-19 bukan karena pelonggaran kebijakan wajib usap PCR untuk pengguna transportasi semata. Tetapi ada faktor lain, seperti vaksinasi yang menurunkan jumlah kasus karena terbentuknya imunitas komunal.
Bisnis tes PCR dan antigen memang terbilang menggiurkan. Apalagi di awal-awal Covid-19. Saat itu kebutuhan layanan tak seimbang dengan jumlah penyedia layanan. Alhasil, hukum ekonomi terjadi, tarif PCR dan antigen sempat melambung tinggi. Tapi seiring banyaknya penyedia layanan dan adanya regulasi, tarif PCR dan antigen akhirnya turun.
Randy Teguh, Sekretaris Jenderal Perkumpulan Organisasi Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium Indonesia (Gakeslab), bilang, penurunan tarif seimbang dengan jumlah pemeriksaan yang banyak. Sehingga tetap menguntungkan bagi penyedia jasa laboratorium. "Jika ramai menguntungkan, jika sepi bisa rugi karena beban operasional sama," terang Randy yang mengusulkan pemerintah melakukan evaluasi tarif PCR dan antigen.
Baca Juga: Pesta Sudah Usai, Simak Bagaimana Nasib Bisnis Tes PCR dan Antigen
Selain penyesuaian harga, Randy mengusulkan agar laboratorium yang sudah berdiri tetap melayani jasa laboratorium kesehatan dengan skala yang lebih luas. Sehingga tidak cuma tes usap PCR dan antigen saja, tapi juga layanan pemeriksaan kesehatan lainnya.
Adapun Lia Gardenia Partakusuma, pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia, menyebutkan, penyedia jasa tes PCR dan antigen yang terdampak rata-rata melayani pasien PCR untuk kebutuhan transportasi. Adapun yang memiliki jaringan akan bertahan karena bisa mengembangkan layanan bisnis laboratorium yang lain. "Jangan bergantung ke PCR dan antigen Covid-19 saja. Harus menambah layanan," kata Lia.
Apa yang disarankan Randy dan Lia kini memang dipersiapkan Quicktest. Irawati bilang, laboratorium Quicktest yang sebelumnya hanya melayani PCR dan antigen saja, kini sedang bersiap menyediakan layanan laboratorium kesehatan lainnya, termasuk layanan medical check up.
Apa yang dilakukan Quicktest juga dipersiapkan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang memiliki jaringan tes PCR lewat Laboratorium Klinik Kalgen Innolab. Vidjongtius, Direktur Utama KLBF, ketika wawancara dengan Kontan.co.id bilang, pihaknya sudah mempersiapkan aneka layanan kesehatan lain di laboratoriumnya.
Berbeda dengan Prodia, yang sedari awal sudah memiliki bisnis laboratorium yang melayani beragam pemeriksaan kesehatan. Dewi bilang, bisnis tes PCR dan antigen bukan tulang punggung perusahaan. "Prodia menyediakan laboratorium terlengkap dan sesuai dengan perkembangan laboratorium yang tidak hanya berfokus pada satu tes saja," terang Dewi.
Selama pandemi, Prodia mencatat, 80% pendapatan berasal dari tes genomic dan tes kesehatan rutin. Sehingga, saat terjadi penurunan tes PCR dan antigen tidak signifikan mempengaruhi pendapatan. Selain itu, Prodia tidak hanya mengandalkan layanan tes PCR ke pengguna transportasi, melainkan ke segmen korporasi.