Sumber: Kompas.com | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina (Persero) angkat bicara terkait dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di lingkungan subholding serta kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018-2023.
Kejaksaan Agung (Kejagung) memperkirakan potensi kerugian negara mencapai Rp 193,7 triliun pada 2023, dengan total akumulasi lima tahun yang bisa mendekati Rp1 kuadriliun.
VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa perusahaan menghormati proses penyidikan yang sedang berjalan.
"Kita hormati dan tunggu hasil penyelidikan dari Kejaksaan Agung," ujar Fadjar kepada Kompas.com, Kamis (27/2/2025).
Baca Juga: Pertamina Klaim Kualitas Pertamax RON 92 Sesuai Standar Ditjen Migas
Mekanisme Dugaan Korupsi: Dari Ekspor Ilegal hingga Mark Up Biaya Pengiriman
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan perhitungan kerugian Rp193,7 triliun di 2023 berasal dari lima skema utama:
-Ekspor minyak mentah ilegal – Rp35 triliun
-Impor minyak mentah melalui broker – Rp2,7 triliun
-Impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker – Rp9 triliun
-Kompensasi BBM yang tidak sesuai prosedur – Rp126 triliun
-Subsidi BBM yang tidak tepat sasaran – Rp21 triliun
Jika pola ini terjadi sejak 2018, nilai kerugian selama lima tahun bisa lebih besar dari Rp193,7 triliun per tahun.
"Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu setiap tahun, bisa kita bayangkan sebesar kerugian negara," kata Harli dalam program Sapa Indonesia Malam di YouTube Kompas TV, Rabu (26/2/2025).
Meski demikian, Kejagung masih memerlukan analisis lebih lanjut untuk menentukan total kerugian negara karena setiap tahun bisa memiliki komponen kerugian yang berbeda.
Baca Juga: Kasus Korupsi Minyak Pertamina, Kejagung Ungkap Lokasi Pengoplosan Pertamax
Tujuh Tersangka, Empat Petinggi Pertamina
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tujuh tersangka, termasuk empat petinggi subholding Pertamina dan tiga broker minyak.
Petinggi Subholding Pertamina yang Jadi Tersangka:
-Riva Siahaan (RS) – Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga
-Yoki Firnandi (YF) – Direktur Utama PT Pertamina International Shipping
-Sani Dinar Saifuddin (SDS) – Direktur Feedstock and Product Optimalization PT Kilang Pertamina Internasional
-Agus Purwono (AP) – VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional
Broker Minyak yang Terlibat:
-MKAR – Beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa
-DW – Komisaris PT Navigator Khatulistiwa & PT Jenggala Maritim
-GRJ – Komisaris PT Jenggala Maritim & Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak
Tersangka RS, SDS, dan AP diduga memenangkan broker minyak mentah dan produk kilang dalam mekanisme yang melanggar hukum.
Baca Juga: Bertambah 2 Tersangka, Total 9 Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Pertamina Patra Niaga
DW dan GRJ berkomunikasi dengan AP untuk menetapkan harga tinggi (spot price) saat persyaratan belum terpenuhi, lalu mendapat persetujuan dari SDS untuk impor produk kilang.
Selain itu, RS diduga membeli Pertamax (RON 92), padahal yang sebenarnya diimpor adalah Pertalite (RON 90) atau lebih rendah. Pertalite ini kemudian di-blending di storage/depo untuk dijual sebagai RON 92, padahal praktik tersebut dilarang.
Sementara itu, YF selaku Dirut Pertamina International Shipping diduga melakukan mark up kontrak pengiriman minyak, menyebabkan negara harus membayar fee tambahan 13-15 persen secara ilegal. Keuntungan dari praktik ini diduga mengalir ke tersangka MKAR.
Selanjutnya: Komisi XII DPR Dukung Ekspor Batubara Wajib Pakai HBA: Harus Menguntungkan Rakyat
Menarik Dibaca: Prakiraan Cuaca Jakarta Besok (28/7): Dari Cerah hingga Diguyur Hujan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News