Reporter: Amailia Putri Hasniawati |
JAKARTA. Penghitungan neraca gula saat ini dinilai tidak akurat karena masih terdapat penghitungan ganda terhadap industri kecil (usaha kecil dan menengah/UKM). Buntutnya, hitungan kebutuhan gula yang mestinya diimpor pun meleset dan berpotensi meluasnya gula rafinasi di pasar-pasar yang mestinya hanya diisi gila konsumsi.
Karena faktor-faktor tersebut, Ketua Komisi Tetap Ketahanan Pangan KADIN Franciscus Welirang berinisiatif membentuk 'tim kecil' untuk menghitung ulang kebutuhan dan suplai gula di dalam negeri.
“Kita membentuk tim itu karena ternyata industri kecil yang tergolong UKM dihitung dua kali, dihitung oleh Kementerian Perdagangan sebagai konsumen gula tebu dan oleh Industri sebagai konsumen gula rafinasi,” jelasnya.
Konsumsi gula kristal putih (GKP) di dalam negeri saat ini ditaksir sekitar 2,7 juta ton, sementara gula rafinasi sekitar 2,2 juta ton. Namun, dari penghitungan itu, masing-masing menghitung industri rumah tangga ke dalamnya. Dalam hal ini, yang disebut industri rumah tangga adalah produsen makanan dan minuman skala kecil.
Hitungan ganda ini mempengaruhi kebijakan pemerintah untuk mengimpor gula konsumsi guna menutup kebutuhan sebelum musim giling tiba. Lihat saja, tahun lalu pemerintah memutuskan untuk mengimpor gula sebesar 500.000 ton, nyatanya impor sebanyak itu tak seluruhnya terserap pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News