Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Herlina Kartika Dewi
JAKARTA. PT Newmont Nusa Tenggara telah menandatangani nota kesepahaman atawa memorandum of understanding (MoU) dengan tiga perusahaan yang akan mengoperasikan unit pengolahan dan pemurnian mineral alias smelter. Nantinya, Newmont akan menyuplai konsentrat atawa bijih mineral sebagai bahan baku smelter.
Rubi Purnomo, Juru Bicara Newmont Nusa Tenggara, mengatakan, penandatanganan MoU merupakan tahap awal, sebelum perusahaan tambang itu berkomitmen memasok konsentrat. "Untuk hal-hal teknis dan yang lain, akan kami bicarakan dengan masing-masing pengelola smelter," ujar dia ke KONTAN, akhir pekan lalu.
Tiga perusahaan pengelola smelter yang telah menggelar MoU dengan Newmont adalah Indosmelt, PT Indovasi Mineral Indonesia dan PT Nusantara Smelting. Indosmelt akan membangun smelter di Maros, Sulawesi Selatan, denPT gan kapasitas produksi mencapai 120.000 ton per tahun.
Sedang Nusantara Smelting berencana membangun pabrik pengolahan tembaga di Bontang, Kalimantan Timur, dengan kapasitas mencapai 200.000 ton per tahun. Lalu, Indovasi Mineral akan membangun pabrik di Cirebon Jawa Barat dengan kapasitas terpasang mencapai 200.000 ton per tahun.
Ketiga perusahaan tersebut tengah menggelar studi kelayakan proyek. Adapun investasi yang disiapkan masing-masing perusahaan smelter sekitar US$ 1 miliar hingga US$ 1,5 miliar.
Setelah menandatangani nota kesepahaman tersebut, Newmont dan para pengelola smelter terus melakukan pertemuan untuk menyepakati jumlah pasokan maupun detail perjanjian yang lain. "Setiap ada perkembangan, kami tentu akan melaporkan ke pemerintah," kata Rubi.
Sebelumnya, Natsir Mansyur, Direktur Utama Indosmelt, menuturkan, pengoperasian fasilitas di Maros yang memiliki kapasitas produksi sebesar 120.0000 ton per tahun, perusahaan itu membutuhkan pasokan bijih tembaga sekitar 500.000 ton per tahun. Newmont akan menyuplai sekitar 30% dari kebutuhan Indosmelt, atawa sekitar 150.000 ton konsentrat. Sisa kebutuhan Indosmelt akan ditutup oleh pasokan dari Freeport, sebanyak 350.000 ton.
Selain menghasilkan tembaga katoda, kegiatan pemurnian akan menghasilkan produk sampingan, berupa slag dan anoda slime. Biasanya, slag digunakan untuk bahan baku tambahan industri semen dan pupuk. Sementara anoda slime masih mengandung unsur mineral ikutan yang lain seperti emas, perak, dan mineral jarang lainnya.
Sebenarnya, kata Natsir, Indosmelt menyiapkan investasi sebesar US$ 700 juta untuk mendirikan smelter penghasil tembaga katoda. Namun, untuk pengadaan unit baru yang mengolah anode slime, Indosmelt membutuhkan investasi tambahan. Pengelola Indosmelt saat ini mengestimasi kebutuhan total dana investasi untuk proyek ini mencapai US$ 1 miliar.
Natsir berharap kontrak perjanjian jual beli konsentrat dari kedua perusahaan asal Amerika Serikat itu ini bisa diteken di semester II-2013, atau sebelum pembangunan konstruksi. "Kami mengupayakan kontrak untuk jangka panjang, minimal 10 tahun," kata dia.
Seperti diketahui, saat ini Newmont menyuplai konsentrat untuk PT Smelting di Gresik, Jawa Timur yang sahamnya dimiliki oleh Freeport Indonesia dan konsorsium Jepang sebanyak 200.000 ton per tahun. PT Smelting memerlukan sekitar satu juta ton konsentrat untuk memproduksi tembaga katoda sebanyak 300.000 ton per tahun.
Catatan saja, selama ini Newmont hanya menyuplai sekitar 30% dari total jumlah bijih mineral yang diproduksinya. Alhasil, sebanyak 70% konsentrat, atau sekitar 450.000 ton produksi bijih mineral yang masih diekspor Newmont akan diperebutkan oleh tiga smelter, yaitu Indosmelt, Nusantara Smelting, dan Indovasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News