kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ombudsman: Peralihan Kewenangan IUP ke Pemerintah Pusat Bikin Banyak Maladministrasi


Senin, 12 Desember 2022 / 18:10 WIB
Ombudsman: Peralihan Kewenangan IUP ke Pemerintah Pusat Bikin Banyak Maladministrasi
ILUSTRASI. IUP tambang


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ombudsman RI telah menyelesaikan Kajian Sistemik (Systemic Review) Tata Kelola Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk pencegahan maladministrasi.

Kajian sistemik ini mengambil sampel di lima provinsi yakni Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara dan Maluku Utara.

Kajian ini memuat temuan, kesimpulan serta saran perbaikan regulasi tata kelola IUP kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Menteri Keuangan.

Anggota Ombudsman RI, Hery Susanto kajian sistemik ini selain untuk mencegah maladministrasi, juga bertujuan untuk mencegah terjadinya laporan berulang masyarakat mengenai IUP.

Permasalahan dalam proses perizinan tata kelola IUP diawali sejak perizinan masih di tingkat kabupaten/kota, kemudian dialihkan kewenangannya ke provinsi pada tahun 2015. Lalu pada tahun 2020 kewenangannya ditarik ke pemerintah pusat. Salah satu permasalahan yang muncul adalah tidak clean and clear-nya IUP pada saat proses peralihan kewenangan tersebut.

“Peralihan kewenangan IUP ke pemerintah pusat telah terjadi berbagai permasalahan dalam hal maladministrasi antara lain penundaan berlarut, diskriminatif dan tidak memberikan pelayanan,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (12/12).

Baca Juga: Ini Tantangan Besar Bagi Industri Batubara di Tahun 2023

Hery bilang pengalihan kewenangan izin usaha pertambangan dari pemerintah daerah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi dan pusat masih ditemukan tidak memenuhi asas profesional, ketelitian dan transparansi.

Ombudsman menemukan bahwa pada proses pencatatan, administrasi dan kearsipan tidak memadai, sehingga sulit mencari dan mengakses data pertambangan di tingkat kabupaten/kota dan provinsi.

Hal ini terjadi karena adanya perbedaan standar pelaksanaan pengalihan kewenangan.

Ombudsman juga menemukan adanya kendala teknis pada Online Single Submission (OSS) sebagai sistem perizinan terpadu berbasis elektronik.

Hery menyampaikan bahwa Keputusan Menteri ESDM Nomor 15.K/HK.02/MEM.B/2022 yang mengatur tentang pembatasan laporan dari segi waktu dan masih aktifnya IUP cenderung bersifat diskriminatif.  

Ketentuan pada Kepmen ESDM tersebut pada diktum empat huruf b, membatasi klasifikasi pelapor dengan menentukan batas waktu belum lewat dua  tahun sejak pertama kali permohonan perizinan pada saat Izin Usaha Pertambangan masih berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak didasarkan oleh ketentuan yang tepat dan perlu dilakukan revisi.  

Ombudsman mengacu pada Pasal 24 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman RI yang mengamanatkan laporan masyarakat harus memenuhi persyaratan peristiwa, tindakan atau keputusan yang dikeluhkan atau dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum lewat 2 (dua) tahun sejak peristiwa, tindakan, atau keputusan yang bersangkutan terjadi. Jadi tidak dibatasi hanya untuk IUP yang masih berlaku.

Terkait Surat Edaran Nomor 1.E/HK.03/MEM.B/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022 Tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara, Ombudsman memberikan catatan.

Baca Juga: Pembebasan Lahan Proyek Gasifikasi Batubara APCI, PTBA, dan Pertamina Capai 99,9%

Hery menyampaikan, surat edaran tersebut ditujukan kepada Gubernur, Kepala Dinas yang membidangi urusan energi dan sumber daya mineral serta kepala Dinas PMPTSP untuk memproses perizinan dan mengatur masa transisi. Namun dalam Surat Edaran dimaksud tidak secara jelas mengatur pengawasan, penanganan pengaduan dan permasalahan lingkungan terkait dengan pendelegasian izin tersebut.

Hery juga menyoroti Surat Edaran tersebut hanya ditujukan kepada ketiga pihak di atas, tanpa ditujukan kepada Dinas Lingkungan Hidup, dan tidak ditembuskan kepada Menteri LHK. Menurutnya, hal ini menjadi permasalahan tersendiri dengan memisahkan antara regulasi pertambangan dengan regulasi lingkungan hidup sebagai persyaratannya.

Hery juga meminta agar Kementerian ESDM secara aktif memberikan informasi yang transparan kepada pemohon penerbitan, pencatatan atau perpanjangan izin usaha pertambangan mengenai tindak lanjut laporannya dan hal-hal yang perlu dilengkapi dengan sistem penanganan laporan pertama (first come first served).

Kepada Menteri Investasi Bersama Menteri ESDM, Ombudsman memberikan saran agar melakukan  penyempurnaan sistem dan peningkatan keandalan sistem perizinan berusaha Online Single Submission Risk Based Approach (OSS - RBA) terkait izin usaha pertambangan.

Kepada Menteri LHK bersama Menteri ESDM agar mempercepat proses integrasi pengurusan perizinan/ persetujuan lingkungan dengan data izin usaha pertambangan yang terkoneksi dengan OSS RBA.

“Sistem tersebut untuk memudahkan evaluasi dan monitoring terpadu terhadap izin usaha pertambangan dari aspek teknis dan lingkungan,” imbuh Hery.

Baca Juga: Harga Batubara Diproyeksi Melandai Tahun Depan, Cek Rekomendasi Saham Batubara

Kepada Menteri Keuangan untuk berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk meningkatkan transparansi perhitungan target dan realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA Minerba serta perhitungan dan penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) SDA Minerba.

Peningkatan transparansi bisa dilakukan melalui optimalisasi pelaksanaan kegiatan bedah kertas kerja tentang perhitungan realisasi dengan melibatkan stakeholder termasuk pemerintah daerah.

Dia juga meminta agar mempercepat realisasi pembayaran kurang bayar DBH dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×