Reporter: Agung Hidayat | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Jika tidak ada aral melintang, pabrik baja galvanis yang baru milik PT Krakatau Nippon Steel Sumakin (KNNS) akan diresmikan di akhir Agustus 2017. Saat ini, pembangunan pabrik sudah sampai tahap finishing terakhir di mana progress-nya sampai akhir Mei sudah mencapai 88%.
Sekretaris Perusahaan PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) Iip Arief Budiman mengatakan, KNSS ialah hasil joint venture antara Nippon Steel & Sumitomo dan PT Krakatau Steel Tbk, di mana Nippon Steel Sumikin memegang 80% saham dan Krakatau Steel sebesar 20% saham.
Iip menerangkan, pabrik tersebut menelan dana senilai US$ 400 juta. Ditargetkan, pabrik baru ini mampu memproduksi 500.000 ton baja galvanis dan mampu menggerakkan roda bisnis supply bahan baku baja yakni Cold Rolled Coil (CRC) milik Krakatau Steel.
“Kami akan supply sesuai dengan porsi kepemilikan saham 20%, jadi KRAS bakal pasok kurang lebih 100 ribu ton CRC tiap tahunnya kepada KNSS,” ungkap Iip. KRAS diketahui memiliki kapasitas produksi CRC 850.000 ton tiap tahun, dan penjualannya hanya untuk pasar dalam negeri.
Tujuan didirikannya KNSS ini ialah sebagai pemasok baja galvanis untuk keperluan industri otomotif dalam negeri.
Apakah saat ini sudah ada APM yang tertarik? Iip optimistis, banyak perusahaan peminat baja galvanis sebab Nippon Steel memang mempunyai nama besar sebagai pemasok utama kebutuhan baja otomotif di Indonesia.
“Setelah KNSS beroperasi, maka pasokan sektor otomotif yang selama ini dipasok langsung oleh Nippon Steel Jepang akan digantikan oleh KNSS,” terangnya. Tak ubahnya seperti KRAS, Nippon Steel juga akan memasok keperluan bahan baku CRC kepada KNSS nantinya.
Sampai dengan kuartal pertama 2017, KRAS mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar 12,5% menjadi US$ 350 juta. Sementara penjualan produk baja milik KRAS di tingkat lokal naik 18%, dari US$ 248 juta menjadi US$ 294 juta. Namun perusahaan ini belum mampu meraih keuntungan sampai triwulan pertama kemarin.
Di sisi lain, KRAS masih mencatatkan rugi pada periode berjalan sebesar US$ 22,2 juta, turun sekitar 64% dibandingkan kuartal yang sama tahun lalu US$ 62 juta. Dari biaya pabrikasi, perusahaan pelat merah ini menelan kenaikan beban sebesar 14%, dari US$ 202 juta menjadi US$ 232 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News