Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Produksi gula pada tahun ini diprediksi akan meleset dari target. Sebelumnya produksi gula dalam negeri mencapai 2,5 juta ton. Namun akibat rendemen gula yang rendah dan turun dari biasanya, maka produksi gula diperkirakan sampai akhir tahun hanya mencapai 2,2 juta ton atau paling tinggi 2,3 juta ton.
Saat ini rendemen gula turun di kisaran 5%-6% dari rata-rata 7% atau bahkan 8%. Kondisi ini membuat semangat petani tebu jatuh, belum lagi ditambah kebijakan impor gula pemerintah. Sementara pemerintah belum menunjukkan sikap serius memperbaiki pabrik gula (PG) milik BUMN yang sudah uzur karena sejak zaman Belanda. Ini membuat produksi tidak efisien yang menjadi salah satu penyebab rendemen gula rendah.
Ketua Umum Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) Soemitro Samadikoen mengatakan, tahun ini rendemen gula memang mengalami kekacauan. Petani sebelumnya berharap rendemen bisa mencapai 8% ke atas, tapi yang terjadi justru renden rata-rata di bawah 7%, ada yang rendemennya 5% dan 6%. Kondisi ini sangat merugikan petani karena semakin rendah rendemennya maka biaya produksi pun lebih tinggi.
"Penurunan rendemen selain karena faktor cuaca, juga karena kondisi PG yang sudah tua sehingga tidak efisien," ujarnya kepada KONTAN, Rabu (14/9).
Ia menjelaskan, dari total 63 PG di seluruh Indonesia, sebanyak 53 PG di antaranya milik BUMN. Bila pemerintah serius ingin memajukan PG pemerintah seharusnya mendorong BUMN ini mendapatkan mesin pengolahan gula yang baru sehingga lebih efisien.
Bila PG efisien dan rendemen mencapai 10%, maka Soemitro bilang ongkos produksi petani akan rendah dan gula bisa dijual dengan harga Rp 7.000-Rp 8.000 per kg di tingkat petani. Artinya sampai ke pasar bisa di kisaran Rp 10.000-Rp 11.000 per kg, yang artinya itu di bawah target pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News