Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
Adapun, menurut Herwin, Desember 2017, pihaknya telah menerima izin produksi untuk 30 tahun ke depan. Sedangkan untuk Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dari DPM, Herwin mengaku masih perlu memverifikasinya.
“Target konservatif tahun 2021. Secara agresif pada akhir tahun 2020. Kita bentuknya masih Kontrak Karya, Desember 2017 dapat izin Produksi untuk 30 tahun ke depan. Untuk IUP dan WIUP-nya saya mesti cek lagi,” jelasnya.
Mengenai nilai investasi, Herwin masih enggan merincinya. Ia bilang, pihaknya masih memfinalisasi dengan NFC China, yang juga bertindak sebagai kontraktor Engineering, Procurement, And Construction (EPC) dan operator pada proyek pertambangan tersebut.
“Investasi dan capital expenditure (Capex)-nya kita lagi lihat, karena kita kan ada mitra baru nih, NFX China, jadi lagi dikaji ulang, yang paling efisien yang mana. Jadi sekarang ini kita sudah tahap konstruksi dan pengembangan” terangnya.
Namun, menurut Herwin, sebelum tambang di Dairi, pihaknya terlebih dulu akan mengejar produksi tambang emas di Poboya, Palu, Sulawesi Tengah. Melalui PT Citra Palu Minerals (CPM), Herwin bilang, pihaknya mematok target untuk dapat melakukan produksi pada Semester II-2020.
Adapun, lanjut Herwin, total sumber daya yang ada di sana mencapai 7 juta ton bijih dengan kadar emas sekitar 5 gram per ton. Sedangkan untuk kepemilikan, ia menyebut bahwa tambang di Poboya ini dimiliki sekitar 97% oleh BRMS dan sisanya oleh perusahaan lokal.
“Pada gempa Palu lalu, kantor kita terdampak, namun areal tambang tidak terlalu signifikan. Target produksinya sebelum tambang di Dairi, yaitu tetap pada Semester II-2020,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News