Reporter: Agung Hidayat | Editor: Handoyo .
Dilain pihak Firman Bakri, Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengakui bahwa PSBB kali ini akan berdampak pada penurunan permintaan sepatu di tingkat ritel. "Secara prinsip pasar tetap ada karena tempat berbelanja boleh beroperasi dengan kapasitas 50%, namun pasar pasti ada penurunan," katanya kepada KONTAN, Selasa (15/9).
Adapun efeknya bagi serapan produk sepatu nasional, asosiasi masih menghitung, sebab Jakarta bukan satu-satunya tujuan produk alas kaki. Namun Jakarta sendiri diakui Aprisindo memiliki nilai pasar alas kaki yang besar mengingat jumlah penduduknya yang juga banyak.
Pelemahan permintaan ditingkat ritel turut mempengaruhi kinerja pabrikan, mau tak mau industri alas kaki harus mengetatkan ongkos dan beban lainnya dikarenakan penjualan yang kurang baik. Sebenarnya kata Firman, saat PSBB transisi secara perlahan permintaan sepatu mulai membaik.
Bahkan Aprisindo memproyeksikan jelang natal dan tahun baru nanti permintaan di akhir bulan dapat menyamai akhir bulan di masa normal sebelum pandemi Covid-19. Namun lantaran PSBB dilakukan kembali, Firman bilang asosiasi masih mengkaji lagi prediksi tersebut.
Baca Juga: Menko Ekonomi: Kesempatan bagi Indonesia ganti posisi China sebagai tujuan investasi
Sementara itu Edy Suyanto, Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) menerangkan saat pelaksanaan PSBB awal April di DKI lalu sempat terjadi pelarangan toko ritel keramik. "Hal tersebut telah memaksa industri keramik turunkan utilisasi produksi dari 65% menjadi 30% yang disertai dgn perumahan karyawan sekitar 15.000 orang," kata Edy.
Hal ini disebabkan penjualan produk keramik mayoritas 70%-75% melalui toko ritel keramik dan sisanya melalui toko bahan bangunan. Adapun kata Edy, DKI Ibukota dengann daya beli yang lebih tinggi dibanding kota lainnya, diperkirakan sekitar 20% penyerapan keramik ada di provinsi tersebut.
Dari sisi produksi, anggota Asaki tidak ada yang memiliki pabrik di Jakarta sehingga tidak terdampak langsung dengan pembatasan opersional pabrikan. Namun dampaknya bakal terasa ke sisi penjualan ritel di ibukota.
Edy menilai saat ini sesungguhnya industri keramik baru saja memasuki tahap pemulihan semenjak pertengahan bln Juni yang lalu sehingga secara cashflow masih berat. Asaki tidak secara terang menyebutkan dampak PSBB kali ini terhadap sektor bisnis keramik, namun kata Edy, apabila toko-toko ritel keramik dan sanitaryware tetap diminta tutup maka pengurangan kapasitas produksi sudah tidak bisa dihindari termasuk perumahan karyawan.
Selanjutnya: Hadapi PSBB Jakarta, industri manufaktur kencangkan ikat pinggang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News