Reporter: Dimas Andi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah taipan memperoleh cuan yang optimal dari pasar modal sepanjang tahun 2022. Sebagian dari mereka mengalami peningkatan aset kekayaan berkat lonjakan harga saham komoditas batubara.
Sebut saja Low Tuck Kwong yang memiliki 2,03 miliar saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN). Ia menjadi pengendali BYAN dengan kepemilikan saham 60,93% sekaligus Direktur Utama di perusahaan tersebut.
Berdasarkan data RTI, harga saham BYAN melonjak 692,45% year on year (yoy) ke level Rp 21.000 per saham hingga penutupan perdagangan Jumat (30/12) atau hari perdagangan terakhir tahun ini. Dengan begitu, Low Tuck Kwong memiliki kekayaan dari hasil investasi saham BYAN sebanyak Rp 42,63 triliun.
Baca Juga: Harga Saham Turun Dua Hari, Market Caps BYAN Kembali di Bawah BBRI
Padahal, pada 30 Desember 2021 lalu aset yang dimiliki Low Tuck Kwong dari saham BYAN baru mencapai Rp 5,38 triliun, mengingat harga saham BYAN kala itu masih di level Rp 2.650 per saham.
Low Tuck Kwong sebenarnya juga memiliki saham PT Samindo Resources Tbk (MYOH) sebanyak 312,77 juta saham (14,18% kepemilikan) dan PT Voksel Elektrik Tbk (VOKS) sebanyak 329,33 juta saham (7,93%).
Hanya saja, kinerja saham kedua emiten tersebut tampak negatif tahun ini. Harga saham MYOH turun 9,14% (yoy) ke level 1.590 per saham pada Jumat (30/12). Alhasil, kekayaan Low Tuck Kwong dari saham MYOH turun dari Rp 547,35 miliar pada 30 Desember 2021 menjadi Rp 497,30 miliar per hari ini.
Senada, harga saham VOKS juga ambles 22,78% (yoy) ke level Rp 139 per saham pada Jumat (30/12). Low Tuck Kwong pun harus rela aset sahamnya di VOKS terkoreksi dari Rp 59,28 miliar pada akhir 2021 menjadi Rp 45,78 miliar pada akhir 2022.
Baca Juga: Kenaikan Harga Saham BYAN Tak Terhenti, Sebaiknya Jual, Beli Atau Hold
Contoh taipan lainnya yang meraih cuan adalah Theodore Permadi (TP) Rachmat dan Garibaldi Thohir. Keduanya merupakan pemegang saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) sekaligus menjadi petinggi di emiten batubara tersebut.
TP Rachmat memiliki 812,98 juta (2,54%) saham ADRO, sedangkan Boy Thohir punya 1,98 miliar (6,18%) saham perusahaan tersebut. Sepanjang 2022, saham ADRO telah melesat 71,11% (yoy) ke level Rp 3.850 per saham.
Dengan hasil tersebut, maka aset kekayaan TP Rachmat tumbuh dari Rp 1,83 triliun pada 30 Desember 2021 menjadi Rp 3,13 triliun pada 30 Desember 2022. Sementara itu, nilai kekayaan Boy Thohir meningkat dari Rp 4,45 triliun pada akhir 2021 menjadi Rp 7,62 triliun.
Tetapi, tidak semua hasil investasi TP Rachmat dan Boy Thohir mentereng pada 2022. Sebagai contoh, harga saham PT Adi Sarana Armada Tbk (ASSA) yang terafiliasi dengan Triputra Group milik TP Rachmat anjlok 76,66% (yoy) ke level Rp 775 per saham pada Jumat (30/12).
Boy Thohir juga terpaksa merugi akibat investasinya di saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang terjun 76,18% ke level Rp 91 per saham hingga hari ini. Di GOTO, Boy Thohir secara langsung memiliki 1,05 miliar saham (0,09%) emiten tersebut atau senilai Rp 95,55 miliar.
Baca Juga: Harga Batubara Memanas, SGER Kerek Target Pendapatan Jadi Rp 10 Triliun
Founder & CEO Emtrade Ellen May menilai, aset kekayaan sejumlah konglomerat cukup banyak ditopang oleh kenaikan harga saham emiten-emiten komoditas, khususnya batubara.
Saham di sektor tersebut juga cukup membantu pergerakan IHSG sepanjang tahun ini di tengah berbagai sentimen negatif seperti perlambatan ekonomi.
Besar kemungkinan, tren kenaikan harga saham batubara akan berlanjut pada 2023, sehingga kembali menguntungkan bagi para taipan yang berinvestasi pada sektor tersebut.
“Mungkin potensi koreksi harga saham batubara tetap ada, tapi secara umum masih normal,” kata dia, Jumat (30/12).
Baca Juga: Menakar Kekayaan TP Rachmat dari Saham, Nilai Asetnya Pada 2022 Tembus Rp 30 Triliun
Di sisi lain, taipan yang fokus berbisnis dan berinvestasi di sektor industri terkait manufaktur tampak harus lebih bersabar. Sebab, sektor ini cukup terdampak oleh tren kenaikan inflasi yang dapat memicu pelemahan ekonomi.
Namun begitu, sentimen negatif tersebut diyakini hanya bersifat temporer. Sebab, ada kemungkinan perekonomian Indonesia bakal lebih baik ketika memasuki kuartal II-2023. “Ini karena suku bunga acuan diprediksi mulai ditahan pada area tersebut,” tandas Ellen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News