Reporter: Sofyan Nur Hidayat | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Ketersediaan pasokan komponen bagi industri elektronika di dalam negeri terancam pasca gempa dan tsunami yang terjadi di Jepang. Stok komponen untuk industri elektronika hanya aman hingga bulan Mei 2011.
Wakil Ketua Bidang Home Appliance Gabungan Elektronik Indonesia (GABEL) Sukiatno Halim mengatakan, industri yang selama ini banyak bergantung pasokan dari Jepang mulai mencari sumber-sumber pasokan komponen dari negara lain. Namun hal itu juga akan membutuhkan waktu yang lama mulai dari pemesanan hingga komponen tiba di Indonesia. "Kita harus melakukan forecast order untuk enam bulan ke depan," kata Sukiatno, Kamis (31/3).
Sukiatno mengatakan, selain waktu pemesanan yang lama, industri elektonika di Indonesia juga butuh waktu lebih untuk merubah setting karena perubahan komponen yang dilakukan. Untuk impor dari luar Jepang, menurut Sukiatno, mereka juga harus mengeluarkan biaya lebih besar. Maklum, tidak semua negara memiliki kerja sama perdagangan bebas dengan Indonesia.
Apalagi untuk mengimpor komponen juga terhambat oleh Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 241/2010. Akibat pengenaan bea masuk itu, biaya produksi menjadi semakin tinggi. Padahal menurut Sukiatno, industri elektronika sudah lama bertahan dengan marjin keuntungan yang tipis. Sementara pilihan untuk menaikan harga juga tidak memungkinkan karena harus disesuaikan dengan daya beli masyarakat.
Untuk itu, Gabel berharap pemerintah segera menerbitkan revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 241/2010 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk (BM) atas Barang Impor. Menurut Sukiatno semua impor komponen yang belum bisa diproduksi di dalam negeri semestinya dikenai bea masuk nol persen.
Menurut Sukiatno selama ini pasokan komponen untuk industri elektronika berasal dari kawasan Asia Timur seperti Jepang, Taiwan, Korea, Tiongkok dan sebagian kecil dari Eropa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News