Reporter: Handoyo | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Para peternak ayam petelur gelisah. Harga telur ayam di pasaran maupun di tingkat peternak terus turun. Apa lagi tren penurunan harga telur tersebut diprediksi akan berlangsung lebih lama lantaran produksi sedang naik, sementara permintaan cenderung lemah.
Tren penurunan harga telur sebenarnya sudah terjadi sejak bulan Juli lalu. Harga telur per tanggal 5 Oktober kemarin juga merupakan titik yang paling rendah selama tiga bulan terakhir.
Data Kementerian Perdagangan menyebutkan, harga rata-rata telur ayam ras sepekan terakhir bertengger di Rp 16.000 per kilogram (kg). Harga ini turun 11,11% ketimbang harga pada awal pekan September yang rata-ratanya Rp 18.000 per kg.
Kondisi ini berbeda dengan kondisi di lapangan. Berdasarkan pemantauan KONTAN di pasar Palmerah hari ini(5/10), harga jual telur ras mencapai Rp 14.000 per kg, turun dari harga sepekan lalu yang mencapai Rp 16.000 per kg.
Jika mengacu pada data Pusat Informasi Pasar Unggas (Pinsar), harga telur ayam dari peternak juga mengalami penurunan. Kemarin, harga rata-rata dari peternak hanya Rp 12.000 per kg, turun dibanding harga pekan terakhir September lalu sebesar Rp 13.500 per kg.
Bahkan menurut data yang dilansir Kementerian Pertanian, penurunan harga telur ayam di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau bisa mencapai 10.000 per kg atau turun 33,33 %, dari harga Rp 15.000 per kg pada tanggal yang sama bulan September kemarin.
Menurut Ricky Bangsaratoe, Kepala Bidang Usaha Pinsar Unggas Nasional, telur ayam memang sedang memasuki siklus penurunan harga. Produksi yang melimpah, tetapi tidak diimbangi dengan daya beli masyarakat menyebabkan harga telur di pasaran menjadi turun. "Sebenarnya trand penurunan ini sudah terjadi sejak awal tahun ini," ungkap Ricky kepada KONTAN, selasa (5/10).
Kapasitas yang berlebih ini diakibatkan karena peternak menambah volume produksi. Para peternak tergiur dengan harga jual yang mencapai Rp 15.000-Rp 16.000 per kg di tingkat peternak pada pertengahan tahun ini.
"Padahal, saat pasokan melimpah, permintaan masyarakat tidak berubah," imbuh Ricky. Penambahan kapasitas kandang yang dilakukan oleh peternak mencapai 5%-20% dari produksi normal.
Jika dihitung secara nasional volume produksi telur per hari bisa mencapai 40.000 ton, sedangkan untuk wilayah Jakarta, produksi telur mencapai 1.000 ton per hari. Saat ini, harga pokok produksi telur di tingkat peternak untuk saat ini mencapai Rp 12.300. Melihat kondisi tersebut, tak pelak mengakibatkan para peternak harus gigit jari lantaran harga jual mereka di bawah harga pokok.
Sudirman, DVM, Direktur Sierad Produce, mengatakan, penurunan harga telur ini karena stok telur di tingkat peternak berlimpah. "Pasokan telur saat ini sedang banyak," kata Sudirman.
Melemahnya harga telur juga sedikit banyak dipengaruhi karena masuknya produksi telur asal peternak dari negeri Jiran, Malaysia. Setidaknya ada sekitar 100 ton telur yang di import secara ilegal setiap minggunya ke wilayah Batam, kepulauan Riau. "Import ilegal itu tentunya merugikan bagi para peternak kita," ujar Ricky.
Meskipun ada import, Sudirman memprediksikan jika hal tersebut tidak terlalu mempengaruhi harga telur di pasaran. "Pengaruh import telur ilegal dengan harga jual cukup kecil," terang Sudirman.
Jika harga bahan pakan juga cukup berpengaruh dengan keuntungan yang didapat dari peternak. Adanya krisis ekonomi di Eropa dam Amerika, serta perlambatan ekonomi di beberapa negara membuat harga beberapa bahan pakan mengalami lonjakan.
"Sebagian besar bahan baku tersebut masih impor," kata Sudirman. Sebagai contoh, harga jagung yang normalnya Rp 2.400 per kg, kini naik menjadi Rp 3.100 per kg. Adapun bekatul yang normalnya Rp 1.800 per kg menjadi Rp 2.700 per kg.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News