Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akhirnya batal merevisi kebijakan pasokan batubara dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). Alhasil, selain suplai tetap dijamin, patokan harga batubara DMO sebesar US$ 70 per ton bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga tetap berlaku.
Dengan pembatalan revisi patokan harga batubara DMO, maka dapat membantu kondisi keuangan PLN. Hal ini sekaligus memastikan suplai batubara kepada PLN terjamin. Alhasil, pasokan listrik ke pelanggan tidak terganggu.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka, mengakui PLN merasa terbebani dengan revisi kebijakan batubara DMO. Menurut dia, Direktur Utama PLN Sofyan Basir telah menyampaikan pesan kepada Presiden Joko Widodo bahwa pencabutan kebijakan batubara DMO dan patokan harga batubara yang sudah ditetapkan senilai US$ 70 per ton bisa menambah beban PLN.
Hingga kini, kewajiban memasok batubara untuk kebutuhan lokal atau DMO 25% belum sepenuhnya terealisasi. Tahun ini, pemerintah menargetkan kebutuhan batubara dalam negeri untuk kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) milik PLN mencapai 92 juta ton. "Jika kebijakan itu dicabut, tidak ada yang menyuplai, maka listrik padam," terang Suprateka kepada KONTAN, Selasa (31/7).
Selain itu, jika harga patokan dalam negeri ikut dicabut, maka kerugian yang ditanggung PLN akan semakin membesar. Apabila patokan harga US$ 70 per ton dicabut, Suprateka menyebutkan, beban yang akan ditanggung oleh PLN mencapai sekitar US$ 3,8 miliar.
Sebelumnya pemerintah berharap dengan mencabut harga patokan batubara DMO, akan menerima devisa yang berasal dari pungutan US$ 2-US$ 3 per ton.
Dengan asumsi pungutan US$ 3 per ton, maka pemerintah akan mendapatkan sekitar US$ 1,3 miliar. "Itu kan sia-sia, malah pemerintah nanti akan menambah subsidi dari beban sisanya," tandas Suprateka.
Beberapa produsen yang wajib pasok batubara 2018
Sumber: Kementerian ESDM |
Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia mengatakan pengusaha mendukung apa pun kebijakan pemerintah. Yang terpenting, pengusaha pada tahun depan memiliki kepastian produksi dan kegiatan ekspor.
Seperti diketahui, melalui kebijakan DMO 25%, banyak perusahaan batubara yang ikut merugi lantaran harus mentransfer kuota karena spesifikasi batubara yang dibutuhkan PLN tidak sesuai dengan produksi perusahaan.
"Belinya ke pihak lain memakai harga acuan, tapi yang dijual ke PLN pakai harga patokan. Ini kan rugi. Tapi jika tidak dilaksanakan, akan terkena sanksi. Makanya kami minta kepastian itu," ungkap dia kepada KONTAN, Selasa (31/7).
Per 8 Juni 2018, Menteri ESDM Ignasius Jonan memang akan menjatuhkan sanksi bagi perusahaan batubara yang tak memenuhi kewajiban DMO 25%. Jika sampai akhir Juli pemenuhan DMO tak dilakukan, maka perusahaan batubara akan dikenakan sanksi pemangkasan produksi 2018 yang telah disetujui dalam rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB).
Pengamat Ekonomi dan Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan keinginan pencabutan DMO dan patokan harga merupakan dukungan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan kepada pengusaha batubara. "Yang diajak rapat sebelumnya masak pengusaha, bukan PLN yang terkena dampak," tandas dia kepada KONTAN.
Fahmy pun menyatakan, alasan Menko Luhut Panjaitan bahwa revisi kebijakan batubara DMO akan menguntungkan PLN adalah hal yang mengada-ada.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News