kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pebisnis BWA keberatan frekuensi dipindah


Sabtu, 16 Agustus 2014 / 10:50 WIB
Pebisnis BWA keberatan frekuensi dipindah
ILUSTRASI. BCA mencatatkan realisasi penyaluran KUR sebesar Rp 483 miliar, meningkat lebih dari 134% year on year./pho KONTAN/Caarolus Agus Waluyo/05/10/2020.


Reporter: Merlinda Riska | Editor: Markus Sumartomjon

JAKARTA. Pebisnis telekomunikasi di frekuensi 2,3 giga heartz (GHz) atau broadband wireless access (BWA) sesalkan keputusan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memindahkan frekuensi Smart Telecom dari 1,9 GHz ke frekuensi 2,3 GHz. Keputusan ini bisa menimbulkan ketidakpastian bagi para investor.

Keputusan ini mengacu Rancangan Peraturan Menteri Kominfo tentang Penggunaan Pita Frekuensi Radio 2,3 GHz untuk Keperluan Penyelenggaraan Telekomunikasi Bergerak Seluler dan Relokasi Pengguna Pita Frekuensi Radio 1,9 GHz yang Menerapkan Personal Communication System 1900 ke Pita Frekuensi Radio 2.3 GHz.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Pita Lebar Nirkabel Indonesia (APPLNI) Duta Sarosa sekaligus Presiden Direktur PT Berca Hardaya Perkasa bilang, ada tiga poin yang  membuat mereka keberatan. Pertama, ada peraturan menteri sebelumnya yang mengatur frekuensi BWA sepanjang 90 MHz dari 2.300 MHz ke 2.390 MHz diperuntukkan bagi layanan data dan lisensinya per zona (wilayah). Lisensi 2,3 GHz dibagi 15 zona. Masing-masing zona terdapat dua pemegang lisensi.

Kedua, spektrum frekuensi yang diperoleh sejak 2009 melalui skema tender. Para pebisnis telah menender dengan harga mahal supaya menang. Tapi di aturan tersebut malah memberikan lisensi ke Smart Telecom dengan lebar pita 30 MHz dan bisa menggelar layanan seluler secara nasional.
Ketiga, kepastian investasi menjadi terancam karena bisa mengubah rencana bisnis penyelenggara jaringan ini. "Kami sudah dibebani syarat kandungan lokal handset BWA harus 30%-40%, ekosistem BWA yang tak banyak ditambah bayar biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi tiap tahun di tiap zona. Sekarang malah ada aturan yang bikin tidak pasti," tandas dia kepada KONTAN, Kamis (14/8).

Kurang optimal

First Media pun mempertanyakan keputusan pemerintah ini. Sayang, Sekretaris Perusahaan First Media Harianda Noerlan berujar singkat. "No comment. Semuanya sudah terangkum dan kami sampaikan pada Ketua Asosiasi BWA," kata dia.

Sementara itu, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementrian Komunikasi dan Informatika Ismail Cawedu bilang beleid tersebut sudah diteken Menteri Kominfo. "Rancangan peraturan menteri (RPM) sudah ditandatangani, sudah di Menkumham, tinggal diundangkan. Saya tidak tahu nomor berapa," ucap dia.
Ia mengklaim dalam membuat aturan ini sudah melibatkan pihak terkait. Tapi, ia tidak bisa merinci poin penting dari aturan tersebut. Yang jelas intinya adalah supaya bisa mengoptimalkan frekuensi 2,1 GHz yang diisi operator seluler 3G.

Adanya aturan ini membuat Smart Telecom akan berpindah ke 2,3 GHz dan bisa menggelar time division long term evolution (TD LTE) atau 4G. Realokasi dilaksanakan secara bertahap dan wajib selesai paling lambat 14 Desember 2016. 

Pihak Smartfren sendiri mengaku siap mengikuti apapun keputusan pemerintah. Sambil menjanjikan proses perpindahan ini tidak akan membuat layanannya turun.

Sejak 2009, bisnis layanan data di frekuensi 2,3 Ghz kurang bagus. Dari sembilan perusahaan yang mendapat lisensi, cuma tiga yang beroperasi, PT Internux, PT First Media Tbk., dan PT Berca Hardaya Perkasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×