Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
BANDUNG. Pesatnya pertumbuhan hotel, belum membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung menerapkan moratorium secara total. Pemkot Bandung hanya akan mengendalikan pembangunan hotel lewat zonasi yang telah ditetapkan.
"Belum ada keputusan untuk melakukan moratorium secara total terhadap izin pendirian hotel di Kota Bandung. Memang sempat ada usulan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) untuk menerapkan moratorium. Tapi masih belum kami lakukan karena masih sedang dikaji oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Bandung,” ujar Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya Kota Bandung, Iwa Koswara kepada Kompas.com, di Jalan Cianjur Nomor 34, Bandung, Senin (23/3).
Menurut Iwa, hingga saat ini saat ini pihaknya hanya melakukan pengendalian pembangunan hotel lewat moratorium zonasi. Ada pun zonasi tersebut seperti yang telah ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2031.
"Selama ini kalau saya lihat pada hari-hari sibuk, okupansi hotel masih sangat besar. Tandanya potensi pasar ini sebenarnya masih ada. Jadi belum perlu dimoratoriumkan secara total. Kami saat ini mencoba mengendalikan pembangunannya lewat zonasi yang telah ditetapkan dalam RTRW,” lanjut Iwa.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jawa Barat, Herman Muchtar berharap Pemkot Bandung serius berkomitmen dalam melakukan moratorium zonasi, dan pengawasannya.
Herman tak menampik pencanangan moratorium zonasi tersebut merupakan salah satu solusi agar iklim bisnis perhotelan bisa membaik. Sebaliknya, jika tidak ada komitmen yang kuat, bisnis perhotelan di kota kembang tersebut diprediksi akan semakin memburuk.
"Kami inginnya ada moratorium total, tapi moratorium zonasi juga sudah bagus asal dijalankan secara serius. Jangan lagi dibangun di lokasi yang memang sudah terdapat banyak hotel. Di wilayah Bandung Utara itu masih akan dibangun beberapa hotel yang memang izinnya sudah lama. Kami mau moratorium zonasi yang dicanangkan itu benar-benar dijalankan,” ujar Herman.
Herman mengungkapkan pihaknya belum mendapatkan kabar resmi soal moratorium zonasi tersebut. Menurutnya, ada baiknya bila pemilik hotel di Kota Bandung diberikan sosialisasi terkait kebijakan tersebut.
"Belum, belum ada sosialisasi soal moratorium zonasi. Seharusnya kami (pemilik hotel) diberikan informasinya agar paham dan dapat ikut mendukung kebijakan moratorium zonasi," tukas Herman.
Pasar jenuh
Desakan moratorium yang sering didengungkan oleh PHRI sebenarnya bukan tanpa alasan. Desakan moratorium tersebut didasarkan pada pasar yang semakin jenuh akibat pesatnya pembangunan properti komersial tersebut.
“Iklim industri perhotelan saat ini sudah jenuh. Tingkat rata-rata okupansi hotel di Kota Bandung menurun 30% sampai 35% pada dua bulan pertama tahun 2015. Padahal delapan tahun yang lalu tingkat okupansi masih berada pada posisi 52%. Tingkat rata-rata okupansi Jawa Barat lebih parah lagi karena sudah mencapai di bawah 30%," ujar Herman.
Kendati tingkat hunian anjlok, namun jumlah hotel baru justru akan bertambah. Menurut data PHRI Jawa Barat, Kota Bandung yang saat ini dipenuhi 470 hotel dengan jumlah total kamar mencapai 24.000 unit akan menambah 50 hotel baru dengan total kamar 4.000 unit.
"Kondisi ini sudah banyak membuat beberapa pemilik hotel melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) pegawai, macetnya kewajiban pembayaran kredit perbankan, hingga penjualan hotel oleh pemilik. Tahun ini saja sudah ada lebih dari 15 hotel yang akan dijual oleh pemiliknya," tandas Herman.
Senada dengan Herman, Pakar Tata Kota Bandung, Udjianto Pawitro menyebutkan pemerintah perlu membatasi pendirian hotel di Kota Bandung. Pasalnya, pembangunan properti hotel di pusat Kota Bandung sudah berlebihan.
"Kondisinya semakin jenuh. Pemerintah perlu membatasi pendirian hotel. Tidak ada baiknya untuk melanjutkan pembangunan hotel, karena dari sisi ekonomi juga mereka akan semakin bersaing,” kata Udjianto.
Dia menjelaskan, seharusnya pemerintah di bidang perencanaan kota mampu memberikan informasi kepada masyarakat dan investor bahwa iklim perhotelan sudah semakin jenuh. Sehingga ada pengalihan investasi ke sektor-sektor lain yang lebih membutuhkan.
"Ada baiknya para investor dipandu ke dalam sektor-sektor infrastruktur penunjang pelayanan publik yang masih kurang mendapatkan perhatian, seperti rumah sakit, sekolah, dan sarana transportasi. Jangan melulu bergerak di sektor perotelan,” tambah Udjianto. (Dimas Jarot Bayu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News