kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pebisnis ritel merek global protes, minta Menkeu tunda bea masuk pakaian & aksesori


Rabu, 17 November 2021 / 11:11 WIB
Pebisnis ritel merek global protes, minta Menkeu tunda bea masuk pakaian & aksesori


Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Aturan pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atas produk dan aksesori pakaian memantik protes. 

Protes datang dari Asosiasi Pengusaha Ritel Merek Global Indonesia atau APREGINDO yang terdiri dari perusahaan distribusi, pemegang merek dan prinsipal merek (brand) internasional di Indonesia. Mereka meminta  agar pemerintah menunda kebijakan tersebut.

Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 142/PMK.010/2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Pakaian dan Aksesori Pakaian, besaran bea masuk berkisar Rp 19.260 hingga Rp 63.000per piece atau per baju untuk tahun pertama.

Kemudian, tahun kedua tarifnya berangsur turun menjadi minimal Rp 18.297 hingga Rp 59.850 per piece. Lalu untuk tahun ketiga lebih turun lagi tarifnya menjadi minimal Rp 17.382 dan maksimal Rp 56.858 per piece.

Baca Juga: Impor Pakaian Dikenakan Bea Masuk Anti Dumping

"Kami menghormati sepenuhnya keputusan Pemerintah/Menteri Keuangan tentang BMTP, namun dengan fakta dan masukan,  kami berharap Ibu Menteri Keuangan dapat mempertimbangkan untuk dilakukan penundaan pelaksanaan (kebijakan tersebut)," kata Ketua Umum APREGINDO, Handaka Santosa dalam surat terbukanya kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani yang diterima KONTAN, Rabu (17/11) 

Handaka menyebut, impor sektor ritel sudah menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi. Saat ini, ada  40.000 karyawan yang bergantung nasib pada sektor ini.

Namun pengenaan bea masuk akan membuat penurunan keuntungan perusahaan, bahkan bisa menyebabkan kerugian akibat adanya tambahan biaya yang berimbas pada pengurangan karyawan. Belum lagi pemulihan dari dampak pandemi Covid-19 yang belum sepenuhnya terjadi.

"Sektor kami adalah usaha padat karya karena untuk seluas 25 meter persegi akan membutuhkan 1 tenaga kerja. Tutupnya toko-toko di pusat belanja karena penurunan keuntungan atau timbulnya kerugian akibat berbagai tambahan biaya akan berdampak kepada pengurangan karyawan yang signifikan," ujarnya.

Handaka mengungkapkan, saat ini Bea Masuk yang dikenakan kepada garmen impor sudah cukup tinggi, yaitu sebesar 25%. 

Baca Juga: Tekan impor produk pakaian dan aksesori pakaian, pemerintah kenakan anti dumping

Dari perhitungannya, BMPT ini berpengaruh cukup tinggi terhadap FoB (sampai dengan 70% dari FoB), menggerus margin keuntungan, dan menambah biaya-biaya lain seperti PPH impor, proses sertifikasi SNI untuk beberapa kategori produk impor, proses inspeksi sebelum produk impor tiba di Indonesia, biaya perizinan yang tinggi serta biaya pajak langsung dan tidak langsung.

Oleh sebab itu, adanya biaya tambahan ini akan dibebankan kepada konsumen dalam bentuk kenaikan harga barang. Ini akan berujung ke inflasi atau pengurangan margin keuntungan perusahaan yang berakibat pada penurunan kontribusi pajak.

"Kami sangat menyayangkan adanya tambahan tarif dalam bentuk Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMPT) untuk produk impor pakaian jadi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 142/PMK.010/2021 tentang Pengenaan Bea Masuk Tindakan Pengamanan Terhadap Impor Produk Pakaian dan Aksesoris Pakaian," ujarnya. 

Apregindo tambahan biaya akan membuat daya saing garmen lokal terhimpit, bahkan bisa mematikan pengusaha kecil dan menengah yang umumnya juga  garmen impor massal/generic. Yakni mereka  yang menjual pakaian impor dengan harga sangat murah, bukan garmen impor merek global.

"Produk-produk yang kami tawarkan kepada masyarakat memiliki konsep dan gaya (style) yang berbeda. Tersedianya produk merek global yang lengkap dengan harga kompetitif di Indonesia dan terpadu dengan garmen lokal akan membuat nyaman turis mancanegara, meningkatkan belanja turis dan menjadikan Indonesia sebagai shopping destination," ujarnya.

Baca Juga: Sri Mulyani kenakan safeguard impor karpet dari China, Turki, dan Jepang

Selain itu, dia kebijakan ini akan menurunkan kepercayaan principal (brands) terhadap pemerintah Indonesia. Merek global mengandalkan global value chain (GVC) dan kemudahan ekspor impor untuk memasok berbagai variasi produk kepada konsumennya.

"Penerapan BMTP akan membuat Indonesia semakin tidak kompetitif di sisi ritel, jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan lain-lain dari sisi harga dan kelengkapan/variasi produk," kata Handaka.

Akibatnya konsumen kelas menengah ke atas akan berbelanja ke luar negeri dan jasa penitipan barang dari luar negeri akan semakin marak terjadi. Lebih jauh lagi akan berpotensi menghilangkan potensi devisa dari PPN ritel dan bea masuk.

"Sebagai pelaku bisnis ritel, kami mengkhawatirkan adanya potensi penurunan penerimaan negara dari bea masuk, PPN Impor, PPN Ritel dan juga PPh Badan," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×