Reporter: Anna Suci Perwitasari, Mona Tobing | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Pedagang besar mulai ancang-ancang menaikkan harga pangan. Gelagat tersebut tertangkap hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) dalam indeks harga perdagangan besar (IHPB) di bulan Oktober. Hasilnya, indeks sektor pertanian naik 4,52%, di saat sektor lain turun.
Asal tahu saja, indeks itu menggambarkan besarnya perubahan harga komoditas di tingkat perdagangan besar/grosir. Oktober lalu, penyumbang kenaikan harga adalah cabe merah, cabe rawit, jeruk, salak, daging babi, soun, dan sayuran ekspor. Misalnya, harga cabe merah biasa di September masih di kisaran Rp 20.034 per kilogram (kg). Nah, Oktober lalu harganya sudah naik 52,77% menjadi Rp 30.607 per kg.
Dua bulan ke depan, harga bahan pokok seperti beras, jagung, dan kedelai diperkirakan melonjak. Sebab produksi tiga jenis pangan itu di bawah target awal. Selain itu, dampak kekeringan yang membuat musim panen mundur serta kualitas produksi turun baru terasa mulai akhir tahun ini.
Kementerian Pertanian menyatakan, stok beras dan kedelai akan defisit dalam dua bulan ke depan. Pelaksana tugas (Plt) Dirjen Tanaman Pangan Haryono mencontohkan, November, produksi gabah kering giling (GKG) sebanyak 2,8 juta ton yang menghasilkan 1,63 juta ton beras.
Padahal kebutuhan beras nasional mencapai 2,9 juta ton. Alhasil terjadi defisit 1,3 juta ton. Begitu pula di Desember, bakal defisit beras sebanyak 1,2 juta ton.
Kepala Ekonom Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual, menilai, defisit pangan sampai akhir tahun masih dapat diisi oleh stok pangan yang dimiliki pemerintah saat ini. Jika harga naik, pemerintah juga bisa menempuh impor pangan sebagai upaya untuk menstabilkan harga.
Dampak kenaikan BBM
David justru mengkhawatirkan kenaikan harga pada komoditas pangan yang hanya diproduksi di dalam negeri, seperti sayur dan buah. Apalagi, kekeringan menyebabkan produksi dua komoditas itu terganggu, sementara permintaan cenderung naik. "Kalau sayuran kan tidak ada impor. Kalau permintaan tetap tapi suplai rendah, harga otomatis naik," ujarnya.
Selain faktor cuaca, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) akhir tahun ini turut berandil besar mendorong harga pangan naik gila-gilaan. Sebab, menurut David, ongkos logistik bahan pangan makin membengkak.
Pengamat pertanian, Khudori, menambahkan, jika pemerintah menaikkan harga BBM hingga Rp 3.000 per liter akhir tahun ini, harga pangan bakal bertahan tinggi hingga Februari 2015. "Ini mengkhawatirkan, sebab Januari dan Februari masih dalam kondisi paceklik," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News