Reporter: Muhammad Julian | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) baru saja merilis kinerja sektor usaha kehutanan yang dihimpun berdasarkan data sementara Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produk Lestari (PHPL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) baru-baru ini.
Berdasarkan temuan ini, diketahui bahwa terdapat penurunan nilai ekspor kayu olahan di sepanjang tahun 2019.
Beberapa produk kayu olahan seperti misalnya serpih kayu atawa chipwood dan furnitur kayu memang tercatat mengalami kenaikan dengan rincian kenaikan sebesar 24,43% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada produk serpih kayu dan 1,04% untuk produk furnitur kayu.
Akan tetapi, beberapa produk kayu lain seperti misalnya Veneer dan Woodworking juga tercatat mengalami penurunan nilai ekspor hingga dobel digit pada saat yang bersamaan.
Baca Juga: APHI memproyeksi industri kayu tahun ini lebih bergairah
Produk Veneer misalnya, nilai ekspor dari produk ini tercatat mengalami penurunan sekitar 20,04% dari yang semula sebesar US$ 115,26 juta di sepanjang tahun 2018 menjadi US$ 92,16 juta di tahun 2019.
Sementara itu, nilai ekspor woodworking tercatat mengalami penurunan sekitar 11,14% secara yoy pada periode yang sama. Alhasil, nilai ekspor produk kayu olahan secara umum turun tipis sekitar 4% dibanding tahun sebelumnya di sepanjang tahun 2019.
Menyikapi kondisi yang demikian, APHI berencana mengajukan adanya insentif-insentif fiskal guna mendorong investasi dan ekspor hasil hutan di tahun 2020.
Beberapa kelonggaran fiskal yang ingin diajukan di antaranya meliputi Percepatan restitusi PPn 10% dan penghapusan PPn 10% untuk kayu log.
“Baru akan kita ajukan ke pemerintah,” kata Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Purwadi Soeprihanto kepada Kontan.co.id (6/1).
Sejalan dengan pandangan APHI, sejumlah pelaku industri kayu dan furnitur mengatakan bahwa pelonggaran insentif memang berpotensi mengerek kinerja pelaku industri.