Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkit ekspor melalui program gerakan ekspor tiga kali lipat (Gratieks) membuat Dewan Teh Indonesia mendesak dilaksankannya gerakan nasional (gernas) teh.
Ketua Dewan Teh Indonesia, Rachmat Gunadi mengatakan, untuk mendorong ekspor teh, maka diperlukan perbaikan di sektor hulu, salah satunya melalui gernas teh. Melalui program ini, pengadaan bibit teh menjadi prioritas.
Baca Juga: Bisnis Kedai Kopi Masih Terasa Nikmat
Ia menghitung, untuk setiap 1 hekare perkebunan teh, dibutuhkan 10.000 bibit.
"Agar hal itu dapat terealisasi maka dibutuhkan teknologi agar dapat meningkatkan produksi bibit teh seperti halnya dilakukan pada gernas kakao dengan teknologi somatik embryogenesis (SE)," ujar Rachmat dalam Forum Groum Discusion (FGD) dengan tema “Strategi Pengembangan Agribisnis Teh Dalam Rangka Meningkatkan Ekspor 4 Kali,” Kamis (27/2).
Ketua Umum Asosiasi Petani teh Indonesia (Aptehindo) Nugroho B. Koesnohadi mengatakan hal senada. Menurut hitungannya, untuk mengadakan gernas teh, butuh biaya sekitar RP 2,6 triliun. Biaya sebesar itu digunakan untuk lahan seluas 55.000 hektare.
Nugroho merinci, dibutuhkan 9.000 hektare untuk intensifikasi, 28.000 hektare untuk rehabilitasi, 13.000 hektare untuk replanting dan new planting dan perluasan sekitar 3.378 hektare.
Baca Juga: Masih dikaji, Kemenkeu perkirakan penerimaan cukai minuman berpemanis Rp 6,25 triliun
Data Aptehindo mencatat, pada 2009 luas perkebunan teh di Indonesia 123.506 hektare. Kurun 10 tahun terakhir,luas kebun teh tinggal 113.029 hekatre. Artinya, dalam waktu 10 tahun areal teh di Indonesia menurun seluas 10.477 hektare.
“Penurunnya rata-rata lebih dari 1.000 hektare per tahun. Cukup banyak areal perkebunan teh BUMN dan perkebunan besar swasta (PBS) dikonversi ke tanaman lain. Karena pengusahaan tanaman teh dinilai oleh mereka kurang menguntungkan,” tambah Nugroho.