Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengembangan komoditas perkebunan membutuhkan komitmen dan kebijakan yang kuat. Pasalnya, pembangunan komoditas perkebunan membutuhkan waktu panjang dan berkesinambungan. Kesalahan dalam meletakkan dasar pembangunan perkebunan berdampak pada kerugian besar dan signifikan.
Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Tungkot Sipayung mengatakan, pembangunan komoditas perkebunan berbeda dengan komoditas tanaman semusim seperti halnya pangan.
"Jadi untuk membangun komoditas perkebunan diperlukan nafas yang panjang sehingga caranya pun berbeda dengan membangun komoditas lainnya,"ujar Tungkot, Senin (18/2).
Ia mengajak semua pihak untuk melihat pembangunan perkebunan secara holitik. Untuk itu diperlukan investasi yang cukup besar dan bekelanjutan. Ia juga mengingatkan bila pembangunan perkebunan ini salah, makan akan menimbulkan kerugian yang besar. Sehingga diperlukan komitmen semua pihak dan tidak setengah-setengah dalam pembangunan perkebunan.
Untuk itu, Tungkot mengatakan dalam membangun sektor perkebunan kelapa sawit tahun 2045, sejak saat ini, road mapnya telah disusun. “Jadi dalam hal ini kebijakan yang dikeluarkan harus konsisten serta visioner minimal 25 tahun kedepan. Sebab usia tanaman perkebunan cukup panjang berbeda dengan tanaman lainnya,” terangnya.
Sekjen Gabungan Asosiasi Petani Perkebunan Indonesia (Gaperindo) Gamal Nasir mengakui bahwa untuk membangun perkebunan dibutuhkan kebijakan yang konsisten dan jangka panjang. Ini perlu dilakukan mengingat perkebunan sebagai pendapatan devisa terbesar.
“Atas dasar itulah perkebunan harus diselamatkan, apalagi komoditas perkebunan secara umum sebagian besar dikuasai oleh masyarakat atau petani swadaya. Sehingga yang dibutuhkan tidak hanya bagi-bagi benih, tapi juga mengedukasi petaninya mengingat perkebunan adalah tanaman tahunan” tutur Gamal.
Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS) ekspor pertanian pada 2017 mencapai Rp 441 triliun, atau naik 24% dibandingkan 2016 yang hanya Rp 355 triliun.
Dari angka tersebut, ekspor di komoditas perkebunan meningkat sebesar 26,5% atau dari US$ 25,5 miliar atau Rp 341,7 triliun menjadi US$ 31,8 milyar atau menjadi Rp 432,4 triliun.
Melihat pentingnya komoditas perkebunan sebagai penyangga ekonomi, Gamal berharap adanya kesinambungan program pengembangan dapat dilanjutkan dengan orientasi pada pengembangan kawasan yg ditunjang dengan penguatan kelembagaan, peningkatan kapasitas SDM dan pengembangan sistem kemitraan dalam setiap sukses kepemimpinan di Kementan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News