Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bersiap melakukan transformasi selama lima tahun sampai 10 tahun mendatang. BUMN itu bercita-cita menjadi penyedia layanan transmisi dan distribusi listrik saja, yang lazim disebut service company.
Dalam konsep perusahaan itu, PLN tak lagi mengoperasikan pembangkit listrik seperti yang dilakukannya saat ini. Yang menarik, urusan pembangkit, baik pembangkit listrik baru atau pembangkit yang sudah beroperasi, akan diserahkan ke pihak swasta, alias Independent Power Producer (IPP).
Pemerintah bahkan berniat menyerahkan pengelolaan pembangkit listrik PLN ke swasta. "Namun untuk proyek jangka pendek, PLN masih membuatnya. Setelah itu, PLN akan fokus ke layanan transmisi dan distribusi saja," tutur Jarman, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) kepada KONTAN, Minggu (15/3).
Jarman menuturkan, konsep ini sebelumnya disampaikan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla. Konsep service company yang akan diterapkan PLN itu meniru skema yang telah dijalankan di beberapa negara, seperti Filipina dan Singapura.
Namun Jarman menampik adanya rencana penjualan pembangkit listrik milik PLN ke swasta. "Tak ada penjualan, tetapi pembangkit listrik milik PLN akan dioperasikan pihak lain. Sedangkan PLN berkonsentrasi pada transmisi serta distribusi saja," ungkap Jarman.
Dia juga menyatakan bahwa pemerintah menjamin fungsi PLN tetap sesuai dan sejalan dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun soal tarif jual listrik dari IPP ke PLN, Jarman menyatakan, kewenangannya tetap berada di tangan pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM. "Selama proses transmisi dan distribusi listrik masih dipegang oleh pemerintah, semuanya masih sejalan dengan Undang-Undang (UU)," katanya.
Banjir kritikan
Rencana perubahan kewenangan PLN ini mendapat kritikan dari Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute For Essential Services Reform (IERS). Fabby menyatakan, jika PLN berubah status sebagai service company, PLN sebagai perpanjangan negara tidak bisa lagi menjamin ketersediaan listrik bagi warga Indonesia. Sebab, jika hanya berstatus sebagai penyedia jaringan dan distribusi, PLN tidak lagi punya kekuasaan dan kewenangan di pembangkit listrik.
Fabby khawatir, jika kewenangan pembangkit listrik ada di pihak swasta atau IPP, harga jual listrik bisa dikendalikan oleh pihak swasta. "Rencana ini akan mengancam keamanan pasokan energi nasional. Ini berbahaya dan harus dikoreksi oleh pemerintah," tegas Fabby yang menolak rencana pemerintah ini.
Senada dengan Fabby, Ahmad Daryoko, Dewan Pembina Serikat Pekerja PLN juga menarik kesimpulan serupa. Ahmad memberikan contoh, apabila PLN menjadi service company, maka statusnya sama dengan perusahaan listrik milik negara di Filipina. "Harga jual listrik di Filipina dipermainkan swasta, dan harga listriknya sangat mahal," kata Ahmad, kepada KONTAN, Minggu (15/3).
Ketika dikonfirmasi oleh KONTAN, Bambang Dwiyanto, Manajer Senior Komunikasi PLN, mengatakan kabar perubahan kewenangan PLN ini sangat sensitif bagi PLN. Sebab, saat ini 85% pasokan listrik nasional berasal dari pembangkit listrik yang dimiliki PLN. Adapun pihak swasta atau IPP hanya memasok 15% dari total kebutuhan listrik nasional.
Perlu diketahui, perubahan kewenangan PLN ini mulai disuarakan oleh Wapres Jusuf Kalla. Adapun tujuan dari perubahan kewenangan PLN ini adalah melepaskan PLN dari kesulitan menyediakan dana pembangunan pembangkit. Jika diserahkan kepada swasta, persoalan pendanaan proyek pembangkit akan menjadi beban dari swasta atau IPP. PLN diharapkan fokus menggarap proyek transmisi dan distribusi listrik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News