Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Harga Batubara Acuan (HBA) kembali melanjutkan tren penurunan sejak September 2018. HBA bulan Mei dipatok sebesar US$ 81,86 per ton, atau menukik 7,86% dibandingkan HBA April yang ada di posisi US$ 88,85 per ton.
Menurut Ketua Indonesian Mining and Energy Forum (IMEF) Singgih Widagdo, penurunan HBA kali ini lebih didorong oleh penurunan salah satu parameter dalam pembentukan HBA, yakni indeks Globalcoal Newcaste Index (GCNC).
"Harga batubara Newcastle memang tertekan akibat ketersediaan batubara kalori tinggi 6.000 kcal/kg yang over supply," kata Singgih kepada Kontan.co.id, Selasa (7/5).
Singgih menyampaikan, kondisi itu juga terkait dengan adanya restriksi atau pembatasan atas ekspor batubara Australia oleh otoritas pelabuhan China. "Ini yang menyebabkan harga tertekan dan mempengaruhi kargo-kargo lainnya," imbuh Singgih.
Seperti diketahui, ada empat variabel yang membentuk HBA, yaitu Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Global Coal Newcastle Index (GCNC), dan Platss 5900 dengan bobot masing-masing 25%.
HBA diperoleh dari rata-rata keempat indeks tersebut pada bulan sebelumnya, dengan kualitas yang disetarakan pada kalori 6.322 kcal/kg GAR. Hal ini pun diamini oleh Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia.
Menurutnya, penyebab merosotnya HBA kali ini lebih disebabkan oleh adanya penurunan dalam indeks GCNC, menyusul tertahannya ekspor batubara kalori tinggi Australia ke China yang terjadi sejak Februari lalu.
Sehingga, faktor pembatasan ekspor batubara kalori rendah-menengah asal Indonesia ke China yang menjadi penyebab penurunan HBA di akhir tahun 2018 dan awal 2019, tak lagi menjadi faktor dominan. Hal itu lantaran ekspor batubara Indonesia ke China sudah kembali normal sejak akhir Februari.
Alhasil, sambung Hendra, indeks harga batubara kalori tinggi di GCNC cukup terpukul, sementara indeks harga batubara Indonesia yang didominasi oleh kalori rendah dan menengah telah mengalami penguatan. "Tapi bukan berarti harga sudah tinggi, penurunan HBA ini juga harus diperhatikan," kata Hendra.
Sebagai informasi, harga batubara kalori 4.200 kkal/kg pada awal tahun 2018 sempat menyetuh angka US$ 50,37 per ton, lalu merosot menjadi US$ 30,19 per ton pada akhir tahun 2018. Harga batubara jenis kalori tersebut kemudian kembali menaglami penguatan dalam sebulan terakhir menjdi US$ 38,5 per ton.
Hendra menilai, besaran pasokan batubara ke pasar, yang terkait dengan volume produksi menjadi faktor penting yang harus diperhatikan. Ia khawatir, lonjakan produksi batubara pada Kuartal II atau Kuartal berikutnya, bisa mendorong kelebihan pasokan, yang akhirnya dapat membuat harga batubara tertekan.
Apalagi, pada kuartal I saja, produksi batubara nasional sudah mencapai 118 juta ton. Angka itu setara dengan 24,12% dari target volume produksi nasional tahun ini yang sebesar 489,12 juta ton.
Menurut Hendra, produksi batubara bisa terus meningkat pada Kuartal selanjutnya karena pada awal tahun masih terbatas pada kesiapan alat berat dan terhadang faktor cuaca. "Itu harus diantisipasi, dikhawatirkan apabila pemerintah melonggarkan produksi dalam beberapa kuartal ke depan, harga akan tertekan lagi," tandas Hendra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News