Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Batang, Jawa Tengah akhirnya akan segera dibangun. Proyek yang penandatanganan kontrak kerja samanya sudah dilakukan sejak 6 Oktober 2011 lalu itu selama ini terkatung-katung pembangunannya lantaran terkendala pembebasan lahan.
Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Dedy Supriadi Priyatna mengatakan hingga saat ini ini masih ada sekitar 26 hektar lahan lagi yang belum terbebas dari total 265 hektar yang dibutuhkan. Menurutnya pembebasan sisa lahan ini dapat diselesaikan dalam kurun waktu 2-3 bulan kedepan.
Dedy menjelaskan sejak enam bulan lalu, pemerintah di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko) telah membentuk tim khusus untuk menangani masalah lahan ini. Tim ini terdiri dari Gubernur Jawa Tengah, Kejaksaan Agung, Polisi, dan Kodam. Alhasil hingga sekarang masih tersisa 26 hektar lagi yang belum terbebas. "Karena itu kita yakin akan bebas (lahan) dalam waktu dekat ini," ujar Dedy akhir pekan lalu.
Bahkan, pemerintah pun melalui tim ini telah mengganti rugi lahan yang hendak dibebaskan kepada masyarakat. Nilai yang digantikan pun melebihi batas yang ditetapkan alias independet assessor.
Masih belum terbebasnya lahan 100% inilah yang menyebabkan Japan Bank International Corporation (JBIC) enggan mengucurkan dananya. Bank dari Jepang ini merupakan penyandang dana terbesar, yaitu kira-kira 60%-70% dari total keseluruhan. JBIC hanya mau mencairkan dananya apabila lahannya sudah terbebas secara keseluruhan.
Asal tahu, PLTU Batang adalah proyek listrik terbesar di Indonesia yang dibuat dengan skema kerja sama pemerintah swasta (PPP) dengan nilai investasi US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 30 triliun.
Proyek ini pun masuk dalam proyek infrastruktur prioritas yang saat ini sedang dipersiapkan revisi Peraturan Presiden (Perpres) oleh Kemenko, Bappenas, dan Kementerian Keuangan.
Sebelumnya, pemerintah memang telah melonggarkan batas waktu pelaksanaan proyek. Pemerintah memberikan kelonggaran kepada konsorsium PT Adaro Power, anak usaha PT Adaro Energy Tbk yang bekerjasama dengan J-Power dan Itochu Jepang, untuk menggarap
proyek ini.
Untuk merealisasikan ini, pemerintah pun merevisi Peraturan Presiden (Perpres) No 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Sebab pasal 24 Perpres tersebut menyebutkan, paling lama dalam waktu 12 bulan setelah Badan Usaha menandatangani Perjanjian Kerjasama dengan pemerintah, mereka harus sudah memperoleh pembiayaan untuk proyek. Jika gagal memenuhi ketentuan ini, perjanjian kerjasama akan
berakhir.
Sebagai catatan saja, tenggat jatuh tempo pembiayaan proyek PLTU Batang adalah pada 6 Oktober 2013 lalu. Pemerintah menuai kerugian besar dengan mandeknya pembangunan PLTU ini.
Deputi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Luky Eko Wuryanto menyebutkan, kehadiran PLTU berkapasitas 2x1.000 megawatt ini bisa menghemat anggaran negara sekitar Rp 40 miliar per hari. Estimasi dana itu adalah untuk menghidupkan listrik berbahan bakar BBM untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa dan Bali. "Maka itu proyek ini harus bisa dilaksanakan," tandas Luky beberapa waktu lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News