Reporter: Filemon Agung | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam beberapa waktu terakhir, pemerintah menyampaikan rencana pembatasan pembangunan smelter nikel.
Salah satu pertimbangan dari pembatasan ini yakni pasokan nikel kadar tinggi yang banyak diolah kian menipis. Di sisi lain, serapan untuk nikel kadar rendah masih minim.
Menanggapi rencana pembatasan pembangunan smelter baru ini, Asosiasi Perusahaan Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) menilai kebijakan bakal berdampak pada iklim investasi yang sudah terbangun.
Sekretaris Jenderal AP3I Haykal Hubeis bilang, wacana pembatasan pembangunan smelter tentunya bakal menuai tanggapan dari para calon investor.
Di sisi lain, pihaknya khawatir kebijakan yang terjadi disektor nikel ini bakal terjadi pula pada komoditas tambang lainnya.
"Karena nikel ini gerbong lokomotifnya maka smelter lain pun akan melihat kesitu dan otomatis bisa terjadi ke industri lainnya," kata Haykal kepada Kontan.co.id, Senin (6/3).
Baca Juga: Timah (TINS) Optimalisasi Proyek Ausmelt dalam Tiga Tahun
Haykal melanjutkan, kondisi sektor hulu tentu bakal memberikan pengaruh bagi industri hilir.
Haykal pun mempertanyakan langkah pemerintah yang menyebutkan pasokan bahan baku menjadi alasan pembangunan smelter akan dibatasi. Menurutnya, hal ini semestinya disampaikan bertahun-tahun lalu.
Pihaknya pun berharap pemerintah khususnya Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dapat membuka data terkait kondisi bahan baku mentah komoditas mineral. Ini untuk memberikan gambaran soal kondisi cadangan dan sumberdaya yang dimiliki saat ini.
Selain itu, menurutnya, saat ini berbagai kebijakan hilirisasi yang dilakukan pemerintah lebih banyak berfokus pada sisi hulu. Kondisi berbeda terjadi disektor hilir dimana belum ada regulasi yang khusus mengatur terkait industri smelter.
"Harus dibuat aturannya, smelter harus dibuat aturan yang khusus," kata Haykal.
Haykal melanjutkan, industri smelter kini menghadapi sejumlah tantangan yakni banyaknya perizinan, kendala infrastruktur hingga proses perizinan yang memakan waktu lama.
Haykal pun mengharapkan, selain adanya regulasi untuk industri smelter, pemerintah khususnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) harus melakukan monitoring terhadap proyek-proyek smelter yang ada. Monitoring ini diperlukan untuk mendata kendala apa saja yang dialami setiap proyek smelter.
Baca Juga: Garap Proyek Smelter Alumunium, Adaro Minerals (ADMR) Targetkan Kelar 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News