Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
Dalam catatan Kontan, Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Ridwan Djamaludin menjelaskan, ketentuan tarif royalti batubara mengacu ke PP Nomor 81 Tahun 2019. Di beleid itu, tarif royalti IUP dibedakan menjadi 3 tingkat berdasarkan pada kualitas produknya dengan tarif 3%, 5%, atau 7% (kalori rendah, kalori menengah, dan kalori tinggi).
Sementara untuk rezim kontrak yaitu Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) harus membayar PNBP produksi yang dikenal dengan istilah Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) yang terdiri dari royalti batubara (sesuai peraturan perundang-undangan) dan Penjualan Hasil Tambang (PHT) yang tarifnya sebesar 13,5%.
Jadi, terdapat perbedaan tarif yang signifikan antara pemegang PKP2B dengan pemegang IUP Batubara.
"Berkenaan dengan hal tersebut, saat ini sedang dilakukan pembahasan dengan Kementerian Keuangan untuk menyesuaikan tarif royalti batubara agar perbedaan tarif antara PKP2B dengan IUP tidak terlalu signifikan. Sehingga PKP2B khususnya dengan kualitas batubara medium ke rendah dapat bersaing dengan IUP. Hal ini juga dilakukan dalam rangka peningkatan penerimaan negara dari royalti IUP," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (11/3).
Baca Juga: Emiten Tambang dan Bank Paling Cuan di Tahun 2021
Perihal tarif IUPK yang sebesar 20%, Ridwan menyebutkan, itu merupakan tarif PNBP produksi bagi pemegang IUPK sebagai kelanjutan operasi PKP2B. Namun, besaran tarifnya bukan single tarif 20% melainkan akan diterapkan tarif berjenjang berdasarkan Harga Batubara Acuan (HBA).
Ridwan mengungkapkan, usulan tarif untuk IUPK sebagai kelanjutan operasi PKP2B berasal dari Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan yakni besaran tarif terendahnya adalah 14% yang akan meningkat seiring dengan kenaikan HBA.
Perihal skemanya, Ridwan mengatakan, harga batubara bergerak fluktuatif. Secara rata-rata selama 12 tahun terakhir HBA sekitar US$ 87,39/ton dengan HBA tertinggi terjadi pada November 2021 sebesar US$ 215,01. Sementara, HBA terendah terjadi pada September 2020 sebesar US$ 49,42/ton.
Adapun, HBA bulan Maret 2022 sudah jauh melampaui rata-rata HBA 12 tahun terakhir yaitu US$ 203,69/ton. Maka itu, Kementerian ESDM mengusulkan agar tarif royalti batubara untuk IUP maupun tarif PNBP produksi untuk IUPK sebagai kelanjutan operasi PKP2B diatur secara berjenjang dengan mengacu pada HBA.
"Hal ini dimaksudkan agar pemerintah dapat memaksimalkan potensi penerimaan negara pada saat harga batubara melambung tinggi, namun juga tetap menjaga keberlangsungan usaha Perusahaan pada saat harga batubara sedang rendah," imbuh Ridwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News