Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Havid Vebri
JAKARTA. Pemerintah menilai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas atau Free Trade Zone (FTZ) di Batam-Bintan-Karimun (BBK) sudah melenceng dari cita-cita awal saat pendiriannya.
Pasalnya, nilai impor dari kawasan itu lebih tinggi dibandingkan nilai ekspor. Alhasil, negara berpotensi merugi dari sisi pemasukan pajak pertambahan nilai (PPN) dan bea masuk impor yang sudah dibebaskan sebagai dampak penerapan FTZ tersebut.
Imam Haryono, Dirjen Pengembangan Perwilayahan Industri Kementerian Perindustrian (Kemperin) mengatakan, saat ini pemerintah tengah mengevaluasi kawasan industri BBK karena sudah tidak sesuai cita-cita awal. "Kami melihat kembali, ternyata kok tidak sesuai dengan cita-cita awal. Ini perlu pembenahan," ujar Imam, Rabu (5/8).
Menurutnya, kawasan BBK memiliki cita-cita menjadi pintu masuk investasi, peningkatan devisa ekspor, tempat pertukaran teknologi, dan penyerapan tenaga kerja. Bila itu semua digabungkan bisa memberikan efek domino bagi perekonomian.
"Kawasan BBK berada di jalur strategis perdagangan dunia, menjadi pintu masuk investasi, serta potensial meningkatkan pendapatan negara dari devisa ekspor," ujar Imam.
Namun menurutnya, setelah lima dekade lebih beroperasi, kawasan BKK malah lebih banyak mudarat ketimbang manfaatnya. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Batam, impor di wilayah Batam pada 2014 mencapai sekitar Rp 35 triliun-Rp 40 triliun, sedangkan ekspor dari wilayah ini hanya Rp 30 triliun-Rp 35 triliun.
Artinya, alih-alih mendongkrak ekspor, kawasan ini malah lebih dimanfaatkan sebagai lokasi impor yang murah karena bebas bea masuk dan PPN. Dengan besarnya arus impor yang masuk, maka ada potensi kerugian negara dari hilangnya pendapatan dari pajak-pajak tersebut.
Berdasarkan data Kantor Pelayanan Umum (KPU) Bea Cukai Batam, potensi perpajakan yang hilang di Batam pada 2014 mencapai Rp 19,73 triliun. Sedangkan potensi hilangnya pendapatan negara bukan pajak pada 2014 sebesar Rp 572 miliar.
Realisasi investasi di Batam juga hanya menduduki peringkat 20 sebagai wilayah tujuan investasi Indonesia. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi di Batam mencapai Rp 3,07 triliun.
Sejatinya, kata Imam, banyak potensi bisnis di BBK yang bisa dikembangkan. Setidaknya ada empat sektor industri yang bisa dikembangkan, yakni industri pendukung migas, industri komponen elektronik, industri multimedia, dan industri galangan kapal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News