Reporter: Benediktus Krisna Yogatama | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Asosiasi Industri Besi dan Baja atau Indonesia Iron and Steel Industry Association (IISIA) meminta keistimewaan Batam sebagai Free Trade Zone dikaji ulang. Tuntutan itu disebabkan karena status FTZ menjadi celah bagi baja impor terbebas dari bea masuk.
Chairman IISIA Irvan Kamal Hakim, di daerah lain, impor baja terkena bea masuk 5%. Sedangkan di Batam, impor baja bebas bea masuk. "Batam ini kan masih di wilayah Indonesia, jadi seharusnya masuk saja aturan bea masuk seperti wilayah Indonesia yang lain," ujarnya, Rabu (12/11).
Impor baja membuat kinerja industri besi dan baja dalam negeri menurun. "Apalagi jika mereka masuk tanpa bea masuk," ujarnya.
Sebelumnya IISIA juga menagih kompensasi kenaikan tarif dasar listrik (TDL) kepada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Sebab, permintaan serupa yang telah diajukan ke pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono belum membuahkan hasil.
Menurut Irvan, kenaikan TDL yang dilakukan bertahap sejak awal tahun 2014 telah menambah beban industri baja. Apalagi, beban energi termasuk beban listrik mengantungi 20%-30% dari biaya produksi perusahaan baja. Itu artinya, jika ada kenaikan biaya listrik, otomatis biaya produksi baja dan produk turunan juga ikut naik.
Adapun bentuk kompensasi kenaikan tarif listrik yang diharapkan industri baja adalah insentif fiskal. "Bisa dalam bentuk penghapusan atau keringanan untuk bea masuk, maupun keringanan akan pajak-pajak lainnya," harap Irvan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News