Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Pemerintah berharap Peraturan Pemerintah (PP) Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang baru dapat diselesaikan di tahun ini. Di dalam KEN anyar nanti, pembangunan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) akan lebih agresif menyesuaikan target Net Zero Emission (NZE) di 2060 dan pertumbuhan ekonomi.
Asal tahu saja, saat ini kebijakan energi nasional sudah diatur di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 79 Tahun 2014. Namun, aturan tersebut belum dapat mengakomodasi target nol emisi di 2060.
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyatakan, PP KEN yang baru seharusnya bisa rampung di tahun ini.
“Ya seharusnya di tahun ini, semua opsi penurunan emisi (pada pembangkit batubara) tentu dibuka,” jelasnya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Senin (23/10).
Dadan memberikan gambaran, poin-poin yang direvisi dalam KEN ialah target energi baru terbarukan (EBT) harus dipercepat disesuaikan dengan target nol emisi di 2060.
Baca Juga: Kementerian ESDM Ingin Perkuat Keamanan Pembangkit Nuklir (PLTN) di RUU EBET
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto menjelaskan, saat ini revisi PP KEN sedang dibahas di level antar kementerian. Nantinya akan disampaikan oleh pemerintah ke DPR untuk mendapatkan persetujuan. Tahap pembahasan antar kementerian ini biasanya perlu 7 kali rapat.
“Berharap setelah pembahasan antar kementerian selesai, segera kita selesaikan ke DPR, mudah-mudahan apakah bisa DPR ini atau selanjutnya, kita belum ada kepastian,” ujarnya di acara Energy Transitions Conference & Exhibition dan Anugerah DEN 2023 di Jakarta, Rabu (18/10).
Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Satya Widya Yudha menjelaskan lebih rinci mengenai isi PP KEN yang baru.
Satya memaparkan, energi akan lebih efisien jika dapat menyeimbangkan tiga faktor yakni transisi energi, keamanan energi, dan diversifikasi energi.
“Jadi bagaimana melakukan transisi dan menjamin keamanan enegi dengan menggunakan teknologi yang bisa mengakomodasi diversifikasi energi,” ujarnya beberapa waktu lalu.
Satya menyatakan, saat ini skenario transisi energi boleh saja bersifat tematik di mana masing-masing kementerian memiliki skenarionya sendiri. Namun ketika revisi PP Kebijakan Energi Nasional (KEN) sudah diputuskan di DPR, maka itu akan menjadi rujukan bagi semua pihak.
Di dalam PP KEN yang baru, DEN menyesuaikan bauran energi dengan target net zero emission di 2060.
Jika menggunakan skala pertumbuhan ekonomi 6% bauran energi primer dari energi baru dan energi terbarukan (EBET) sebesar 62%-63%. Namun, apabila skala pertumbuhan ekonomi lebih dari 6% atau mencapai 7% ke atas, bauran energi EBT hampir mencapai 70% di 2060.
“Yang membedakan KEN saat ini dengan KEN yang akan diputuskan, ialah cut of datenya. Di KEN eksisting cut of date 2025-2050 di mana target yang terkenalnya 23% EBT di 2025. Nanti di revisi KEN itu target daripada waktunya bukan lagi 2025 tapi 2030 dan 2060,” jelasnya.
Satya memaparkan, target periode waktunya ini diubah menyesuaikan keputusan Presiden untuk mencapai nol emisi di 2060.
Ada sejumlah cara yang bisa ditempuh untuk mencapai target nol emisi di 2060, yakni melakukan elektirifkasi di seluruh sektor, salah satunya transportasi. Kemudian aktivitas industri menerapkan aktivitas rendah emisi (low carbon activities).
Baca Juga: Ketahanan Energi Indonesia Terancam oleh Memanasnya Geopolitik Dunia
Kemudian, pemanfaatan teknologi penangkapan karbon atau Carbon Capture Storage/Carbon Capture Storage Utiliziation (CCS/CCUS) di pembangkit batubara. Teknologi ini akan diandalkan untuk menjaga pasokan listrik tetap terjaga dan stabil dalam waktu yang lama.
“CCS/CCUS sambil menunggu kesiapan mengatasi intermitensi dalam energi terbarukan. Misalnya energi solar bersifat intermiten dan tergantung pada baterai. Apakah teknologinya sudah available secara komersial bisa berkompetisi dengan fosil, maka kita gak gegabah,” ujarnya.
Cara lainnya ialah, memanfaatkan gas sebagai jembatan dari energi fosil ke energi terbarukan.
Satya menyebut salah satunya yang akan diandalkan ialah energi baru (EB) seperti teknologi nuklir karena mengingat seluruh sumber energi terbarukan jika dimaksimalkan belum cukup memenuhi kebutuhan energi Indonesia ke depannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News