kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Pemerintah Harus Hati-hati Alihkan Konsumsi Pertalite ke Pertamax Green 92


Kamis, 31 Agustus 2023 / 15:32 WIB
Pemerintah Harus Hati-hati Alihkan Konsumsi Pertalite ke Pertamax Green 92
ILUSTRASI. Jika menghitung biaya keekonomiannya, seharusnya Pertamax Green 92 lebih besar dari harga Pertalite saat ini yakni Rp 10.000 per liter. KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Pertamina tengah mengkaji untuk meningkatkan kadar oktan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi Pertalite (RON 90) menjadi RON 92. Upaya tersebut dilakukan dengan mencampurkan Pertalite dengan etanol 7% (E7) sehingga akan menjadi Pertamax Green 92. Jika rencana ini jadi dilakukan, konsumsi bioethanol akan semakin masif dan biaya subsidi terancam membengkak. 

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menjelaskan jika menghitung dengan biaya keekonomiannya, seharusnya Pertamax Green 92 lebih besar dari harga Pertalite saat ini yakni Rp 10.000 per liter. 

“Kalau mau dibuat Rp 10.000 per liter, nilai subsidinya harus ditambah setiap liternya. Apakah bisa dibuat segitu, peluangnya tetap bisa terbuka. Tetapi konsekuensi nilai subsidi perliter lebih besar dibandingkan Pertalite,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (31/8). 

Baca Juga: Kadar Oktan Pertalite Akan Dinaikkan, Harga Tetap Rp 10.000 Per Liter

Pencampuran Pertalite dengan bioetanol 7% akan menaikkan harga BBM. Produksi Pertalite (RON 90) 100% menggunakan minyak mentah. Sedangkan untuk produksi Pertamax Green 92 Pertamina akan mencampurkan bahan baku biomassa yang harganya 20%-30% lebih mahal dibandingkan minyak mentah. 

“Kalau harga mengacu ke biayanya tentu lebih besar harga di ujungnya. Kalau mau dibuat Rp 10.000 per liter subdidi nambah. Tetapi nanti di APBN tergantung berapa volume yang mau diberikan subsidi,” ujarnya. 

Analis Energi Institute of Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), Putra Adhiguna menambahkan pemerintah harus berhati-hati dalam mengeksekusi opsi peralihan ke Pertamax Green 92. 

Putra memaparkan, Indonesia pernah beranjak ke biodiesel untuk menekan impor, tetapi harus menanggung subsidi yang sangat besar sekitar Rp 40 triliun hingga Rp 50 triliun per tahun.

“Harus diperjelas adopsi bioetanol ini untuk kepentingan apa, dan bila ada disparitas harga, siapa yang akan menanggungnya,” ujarnya saat dihubungi terpisah. 

Berdasarkan Harga Indeks Pasar Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga bioetanol kerap berfluktuasi dari kisaran Rp 11.500 sampai mendekati Rp 14.800 per liter.

Putra menegaskan, setidaknya ada dua hal yang perlu diawasi jika rencana mengganti Pertalite dengan Pertamax Green 92 jadi dieksekusi. 

Pertama, kejelasan harga dan siapa yang akan menanggung bila ada harga lebih tinggi dan berfluktuasi. 

Kedua, keberlanjutan bahan baku bioetanol juga harus jelas. Apa saja bahan dasarnya, efek samping seperti kompetisi dengan pangan, dan resiko pembukaan lahan harus menjadi perhatian.

Baca Juga: Tahun Depan BBM Pertalite Dihapus, Gantinya Pertamax Green 92

Terlepas dari pro dan kontra, adopsi biodiesel berlandas pada sektor kelapa sawit yang sudah lama terbangun. 

Namun, lanjut Putra, hal ini sangat berbeda untuk bioetanol karena Indonesia adalah salah satu importir gula terbesar dunia, bahkan bisa melebihi China, dan baru akan memulai membangun industrinya. 

“Biodiesel juga ditopang dana bea ekspor produk sawit dan konteksnya akan berbeda untuk bioetanol,” terangnya. 

Sebelumnya, Pertamina telah menjual secara terbatas Pertamax Green atau pencampuran Pertamax dengan ethanol 5% (E5). PT Pertamina Patra Niaga tengah mengajukan pembebasan cukai ethanol untuk pengembangan produk ini. 

Sebagai informasi, tarif cukai yang dikenakan terhadap etil alkohol dari semua jenis dengan kadar berapa pun adalah Rp 20.000 (per liter) baik produksi dalam negeri maupun impor. Tarif cukai etil alkohol tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2018 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Mengandung Etil Alkohol.

Di dalam Pertamax Green, pencampuran bioethanol baru sebesar 5% sehingga dikenakan cukai Rp 4.000 per liternya. Adapun produk etil alkohol yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan barang hasil akhir yang bukan barang kena cukai dapat dimintakan pembebasan cukai. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×