Reporter: Azis Husaini, Febrina Ratna Iskana | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Terungkapnya upaya praktik percaloan oleh anggota parlemen di tengah upaya PT Freeport Indonesia memperpanjang kontrak pengelolaan tambang menambah panjang kasus makelar, khususnya di bidang energi.
Tuntutan agar pemerintah serius menuntaskan berbagai praktik makelar di bidang energi pun menyeruak. Pasalnya, acap kali, kasus-kasus makelar yang melibatkan politikus tak kunjung menemukan dalang sesungguhnya.
Tengok saja kasus dugaan penerimaan hadiah atas usulan rencana anggaran 2016 di proyek infrastruktur energi baru dan energi terbarukan di Kabupaten Deiyai, Papua baru menetapkan anggota nonaktif Komisi VII Dewie Yasin Limpo sebagai tersangka.
Upaya mengungkap aksi percaloan atas jual beli minyak gas di anak usaha Pertamina yakni Pertamina Energy Trading Ltd (Petral) juga belum banyak menunjukkan hasil. Janji pemerintah membuka praktik mafia atas pembubaran Petral hingga kini belum terwujud.
Terbuka kasus percaloan atas perpanjangan kontrak karya Freeport mestinya bisa menjadi momen bagi pemerintah untuk membongkar tuntas praktik-praktik mafia di bidang energi. Apalagi, ini juga menjadi janji kampanye Jokowi-JK.
Staf Khusus Menteri ESDM Said Didu bilang, pihaknya serius memberantas praktik mafia di migas. Said janji, pihak ketiga yang terlibat dalam praktik mafia minyak di Petral akan segera terungkap saat hasil audit dibuka ke publik.
"Dari hasil audit Petral, terungkap orang, perusahaan, modul, dan lain-lain," katanya ke KONTAN. Kini, audit Petral ada di tangan KPK. Fahmi Radhi, mantan anggota Tim Mafia Migas sekaligus pengamat sektor energi dari UGM yakin KPK bisa menelusuri keterlibatan orang per orang di Petral.
Hanya, ia terkejut membaca transkrip percakapan atas permintaan 20% saham PT Freeport Indonesia yang mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden, ada nama yang sama yang diduga bermain di Petral.
"Ini benar, orang sama yang diindikasikan bermain di Petral," ujarnya setengah bertanya.
Fahmi khawatir, pemerintah tak bisa melanjutkan kasus Freeport ke ranah hukum karena di transkrip ada nama pejabat Istana. "Bola kini di Presiden. Jika kuat, harusnya sikat saja," ujar Fahmi.
Hanya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, Presiden Joko Widodo tak akan membawa kasus pencatutan namanya ke jalur hukum. "Presiden menghormati hasil sidang Mahkamah Kehormatan Dewan," ujar Pramono beralasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News