Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah pemerintah mendorong pemanfaatan bersama jaringan listrik atau power wheeling dinilai bakal menimbulkan dampak positif maupun negatif untuk industri ketenagalistrikan.
Guru Besar Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Indonesia Iwa Garniwa mengungkapkan jika pemerintah berencana merevisi ketentuan terkait skema Power Wheeling maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. "Yang pasti (perlu) merevisi terkait dengan biaya atau harga menggunakan transimisnya dan kapasitas yang maksimum boleh digunakan," ungkap Iwa kepada Kontan, Senin (25/10).
Iwa melanjutkan, seputar besaran harga maka harus dipastikan mempertimbangkan harga keekonomian. Untuk itu, bisa saja harga di suatu sistem transmisi berbeda dengan sistem ditempat lainnya.
Perubahan pada skema power wheeling dinilai bakal berdampak positif pada penggunaan jaringan transmisi yang lebih optimal. Selain itu, langkah ini dinilai bisa mendorong pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT). Melalui skema ini, konsumen yang ingin listriknya dipasok dengan EBT maka dapat meminta agar menggunakan jaringan transmisi yang ada.
Iwa mengungkapkan, perubahan ini berpotensi akan lebih menarik bagi pengembangan EBT sebab banyak perusahaan industri yang ingin menggunakan EBT sebagai suplai energi. Jika sumber EBT jauh dari lokasi maka penggunaan jaringan transmisi yang ada dapat memungkinkan hal tersebut dilakukan.
Baca Juga: APLSI: Skema power wheeling diharapkan dapat tingkatkan pengguna listrik di Indonesia
Kendati demikian, Iwa menilai ada pula dampak negatif yang mungkin timbul termasuk jaringan transmisi akan menjadi komoditas sehingga dapat mengakibatkan suplai ke konsumen umum lebih tinggi. "Itu kekhawatiran saya karena jaringan transmisi sudah menjadi komoditas dengan harga tertentu maka akan mempengaruhi tarif listrik," jelas Iwa.
Iwa menambahkan, dampak lainnya yakni pada kestabilan sistem dimana skema power wheeling bakal membuat lalu lintas jaringan menjadi lebih kompleks. Kendati demikian, dampak ini dinilai sudah bisa dimitigasi.
Sementara itu, kebijakan ini dinilai punya dampak bagi PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Meski PLN bisa saja mendapatkan keuntungan dari biaya tol saat jaringan transmisinya digunakan, perusahaan setrum pelat merah tersebut berpotensi kekurangan kapasitas jaringan.
"Khawatir juga pada situasi PLN yang masih over capacity yang harus segera dijual melalui jaringan transmisi ini yang dapat mengakibatkan kapasitas jaringannya kurang," kata Iwa.
Adapun, ketentuan soal kerjasama pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik dimuat dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 tahun 2021 tentang Pelaksanaan Usaha Ketenagalistrikan.
Ketentuan ini diatur dalam Pasal 45 ayat 1 yang berbunyi Dalam memenuhi standar mutu dan keandalan Sistem Tenaga Listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, pemegang:
a. IUPTLU terintegrasi;
b. IUPTLU transmisi tenaga listrik;
c. IUPTLU distribusi tenaga listrik; dan/atau
d. IUPTLS,
dapat melakukan kerja sama antarpemegang izin usaha.
Kemudian selanjutnya, ayat 2 berbunyi; Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
a. pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik; dan/atau
b. operasi paralel.
Selanjutnya pada ayat 3 memuat ketentuan bahwa pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik dapat dilakukan untuk menyalurkan tenaga listrik dari pembangkitan sampai dengan titik beban. Adapun, pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik ini meliputi transmisi tenaga listrik dan/atau distribusi tenaga listrik.
Dalam pemanfaatannya pun, harus sesuai dengan kapasitas jaringan transmisi tenaga listrik dan/atau distribusi tenaga listrik serta sesuai dengan jaringan Sistem Tenaga Listrik (grid code) atau aturan jaringan distribusi tenaga listrik.
Adapun pemilik jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik dapat dimiliki oleh IUPTLU terintegrasi, IUPTLU transmisi tenaga listrik, IUPTLU distribusi tenaga listrik dan/atau IUPTLS yang memiliki transmisi dan/atau distribusi tenaga listrik.
"Para pemilik jaringan transmisi dan distribusi tersebut dalam menjalankan jenis usaha transmisi tidak dibatasi oleh wilayah usaha dan wajib membuka kesempatan pemanfaatan bersama jaringan transmisi tenaga listrik," demikian bunyi Pasal 47 Ayat 2 Huruf a.
Sementara itu, untuk jenis usaha distribusi tenaga listrik dilaksanakan dalam satu wilayah usaha dan wajib membuka pemanfaatan jaringan distribusi tenaga listrik.
Sementara itu, ketentuan lebih lanjut untuk alur pemanfaatan diatur pada Pasal 48, 49. Sementara pasal 50 dan 51 memuat soal ketentuan negosiasi dan harga sewa. Kemudian kesepakatan kerjasama diatur di pasal 52.
Selanjutnya: Kejar target bauran EBT di tengah surplus listrik, berikut opsi solusi ESDM dan IESR
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News