kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pemerintah kaji 6 rekomendasi hilirisasi mineral


Kamis, 11 April 2013 / 19:48 WIB
Pemerintah kaji 6 rekomendasi hilirisasi mineral
ILUSTRASI. Bensu Jajan Day dari Geprek Bensu spesial hari ini saja, 8 November 2021, paket ayam dan nasi Rp 9.090 via GoFood (dok/Geprek Bensu)


Reporter: Muhammad Yazid | Editor: Azis Husaini

JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan akan mengkaji masukan dari tim perumus rekomendasi kebijakan hilirisasi mineral terkait ekspor mineral mentah. Nantinya, rekomendasi tersebut dimasukkan dalam klausul di revisi Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tentang Peningkatan Nilai Tambah Produk Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral (Smelter).

Thamrin Sihite, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM mengatakan, pihaknya akan membentuk tim khusus untuk mengevaluasi seluruh poin  rekomendasi dari tim perumus. "Hasil rekomendasi ini kan belum ada suara dari pemerintah, baru stake holder mineral. Nanti akan kami sampaikan ke Menteri ESDM," kata dia, Kamis (11/4).

Selama Rabu(10/4) dan Kamis kemarin, pemerintah mengundang pengusaha, asosiasi tambang, akademisi, serta peneliti dalam suatu wadah diskusi untuk merumuskan rekomendasi terkait kondisi terkini persiapan hilirisasi mineral pada 2014 mendatang. Tim perumus tersebut menetapkan enam rekomendasi yang akan disampaikan ke pemerintah.

Adapun enam point yang direkomendasikan yaitu, pertama, UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba tidak bisa ditawar lagi, pemegang izin usaha pertambangan (IUP), izin usaha pertambangan khusus (IUP), dan kontrak karya (KK) tidak boleh mengekspor produk mineral mentah sebagaimana yang tertera dalam Permen 7/2012 juncto Permen 11/2012.

Kedua, saat ini terdapat tiga kondisi IUP dan KK dalam program hilirisasi mineral. Yakni, tahap perencanaan dan konstruksi, sedang melakukan feasibility study (FS), dan belum mempersiapkan FS. Ketiga, kondisi dalam point kedua terjadi lantaran keterbatasan pendanaan, teknologi, ketersediaan energi, infrastruktur dan perizinan.

Keempat, pemegang IUP dan KK yang sedang dalam tahap perencanaan dan konstruksi, serta telah melakukan FS masih diperbolehkan untuk mengekspor mineral mentah. Syaratnya, volume ekspor tidak mengganggu pasokan untuk dalam negeri, bersedia memberikan jaminan di saat proses pembangunan smelter, serta membuat roadmap-nya.

Kelima, pemegang IUP dan KK yang sama sekali belum melakukan FS tidak direkomendasikan untuk mengekspor mineral mentah. Keenam, dibentuk tim pemantau untuk mengawal seluruh program hilirisasi mineral.

Thamrin bilang, rekomendasi tersebut nantinya dapat ditetapkan pemerintah dalam bentuk regulasi yang akan menjadi payung hukum hilirisasi mineral. "Kebijakannya bisa kami masukkan dalam klausul revisi Permen 7/2012 yang sekarang ini sedang kami finalisasi," kata dia.

Dia menambahkan, agar tidak menghambat investasi dalam pembangunan smelter, pemerintah berjanji akan memberikan insentif menarik kepada IUP dan KK yang tengah membangun smelter.

Ladjiman Damanik, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) mengatakan, dalam rekomendasi tersebut pihaknya meminta pemerintah membentuk tim pemantau. Sebab, amanat UU Nomor 4/2009 untuk peningkatan nilai tambah produk mineral memang harus tetap direalisasikan pengusaha.

Menurutnya, tim pemantau nantinya mempunyai peran untuk menyelesaikan hambatan program hiliriasi tersebut. "Untuk IUP dan KK yang tidak melakukan FS pembangunan smelter dan tetap melakukan ekspor setelah 2014 harus diberikan sanksi yang tegas," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×